Kontroversi Mengerikan di Balik Tewasnya Raja Arab yang Datang ke Indonesia 47 Tahun Silam
Pembunuhan yang dilakukan Faisal bin Mus'ad kepada Raja Arab Saudi pun menimbulkan berbagai kontroversi dari banyak pihak.
Penulis: Elga Maulina Putri
Editor: Rendy Adrikni Sadikin
Untuk mengatasi hal itu, Raja Faisal menyatakan tidak akan meningkatkan produksi minyak jika Amerika Serikat tak memaksa Israel menarik diri dari wilayah-wilayah yang didudukinya.
Nixon lantas mengutus anggota Central Intelligence Agency , Gral Vernon Walters untuk pertemuan rahasia dengan pemimpin The Organization of the Petroleum Exporting Countries (OPEC).
Lalu pada Juli 1974, Nixon pergi ke Mesir, Arab Saudi, Suriah, Israel, Yordania dan menyatakan kekuasannya dan mengkritik Israel.
Pada 6 agustus 1974, Nixon menyatakan bahwa ia memotong semua bantuan militer dan ekonomi pada Israel.
Sayangnya, tak lama kemudian Nixon mengundurkan diri sebagai Presiden karena Skandal Watergate.
Nixon kemudian digantikan oleh Wakil Presiden Gerald Ford yang dikenal pro-israel.
Ford kemudian meresmikan Yerussalem sebagai ibukota negara Yahudi.
Keputusan itu lantas menyulut kemarahan Raja Faisal.
Tanggal 16 Agustus 1974, Faisal memutuskan untuk menggunakan 'minyak' sebagai senjatanya.
Ia mengurangi volume minyak dengan harapan bisa memengaruhi kebijakan pro-israel.
Selanjutnya, ia juga menarik cadangan emas Saudi yang ada di sejumlah Bank Amerika Serikat.
Kesepakatan akhirnya dinegosiasikan melalui utusan Faisal untuk Washington yaitu Menteri Pertahanannya, Sultan.
Sebagai kesepakatan, Raja Faisal menerima 1.000 penasihat militer Amerika untuk dijadikan Saudi National Guard yang bertugas menjaga pengeboran minyak dan keluarga kerajaan.
Melalui keputusan itu, Raja Faisal menempatkan nasibnya dan keluarganya di tangan Amerika Serikat, dan berharap Amerika Serikat akan mengatur ulang kebijakan ME.
Sayangnya, pengaturan ulang kebijakan ME itu tak pernah terjadi.