Makan Bergizi Gratis
Anggota Komisi I DPR Sebut MBG Program Learning by Doing, Keracunan Jadi Risiko Tidak Jelasnya SOP
Simak pernyataan anggota Komisi 1 DPR yang sebut MBG sebagai program learning by doing.
Penulis: Magang TribunWow
Editor: Yonatan Krisna
TRIBUNWOW.COM - Anggota Komisi I DPR RI, Syamsul Rizal, berujar jika program MBG menjadi program pemerintah yang bersifat "learning by doing".
"Itu menjadi salah satu risiko karena belum dipersiapkan maksimal," papar Syamsul Rizal pada Senin (29/9/2025), dilansir dari Kompastv.
Menurut Syamsul Rizal, pola koordinasi di lapangan masih agak lambat.
Hal ini karena tidak adanya Standar Operasional (SOP) yang jelas.
Syamsul Rizal mengatakan pihaknya mendorong agar Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) memiliki SOP yang jelas, sehingga dapat berkoordinasi dengan lebih mendetail.
"Bentuklah badan pengawas di tingkat lokal, provinsi, sampai di tingkat nasional."
"Badan pengawas ini yang nantinya akan memberi saran-saran, keluhan dari masyarakat yang nantinya dapat dipertanggungjawabkan," kataSyamsul Rizal.
Baca juga: Usulan Berbagai Pihak soal Kasus Keracunan MBG, Mensesneg: Yang Terbaik untuk Saat Ini Dikerjakan
Komentar Pakar
Sejumlah pakar turut komentari soal kasus keracunan Makan Bergizi Gratis (MBG), utamanya soal klaim Presiden Prabowo Subianto yang disebutnya hanya 0,00017 persen.
Dalam hal ini, dokter dan ahli gizi, Tan Shot Yen menganggap jika sekecil apa pun kesalahan jika menyangkut nyawa manusia maka hal tersebut tidak bisa dibiarkan.
"Jadi nyawa manusia tidak bisa dihajar dengan hitung-hitungan statistik," ujar Tan Shot Yen.
Sementara Diah Saminarsih, CEO Center for Indonesia's Strategic Development Initiatives (CISDI), juga sejalan dengan Tan Shot Yen.
Merujuk pada ilmu kesehatan masyarakat dan kedokteran, menurutnya satu nyawa saja sudah terlalu banyak untuk menjadi korban keracunan MBG.
Dirinya juga menambahakan jika data keracunan akibat MBG yang beredar di media saat ini hanya "pucuk gunung es".
Ia menyebut jika jumlah aslinya di lapangan lebih banyak lagi.
Baca juga: Jabar Sudah Siapkan Rp 1 Triliun untuk MBG, Bey Machmudin Serahkan Penggunaan ke Dedi Mulyadi
Surat Izin Saja Tidak Cukup
Diah Saminarsih turut mengungkapkan bahwa Sertifikat Laik Higiene Sanitasi (SHLS) semata tidak cukup menjadi syarat pelaksanaan MBG.
Harus ada regulasi setingkat peraturan presiden (Perpres) untuk ditujukan ke level operasional.
"Jadi kami mendorong program ini dihentikan sementara sampai keluar level kebijakan aturan atau Perpres yang mengatur semua hal penting agar tidak ada lagi korban," kata Dian Saminarsih.
Senada dengan Dian Saminarsih, Tan Shot Yen juga mengungkapkan jika setelah adanya SHLS, dapur-dapur MBG masih perlu melakukan evaluasi dan simulasi menyeluruh.
(TribunWow.com/Peserta Magang dari Universitas Airlangga/Afifah Alfina)
Baca Berita Selanjutnya di Google News