Misa Pertama Digelar setelah 75 Tahun Hubungan Diplomatik Indonesia dan Takhta Suci Vatikan
Ini kali yang pertama, misa untuk memperingati hubungan diplomatik kedua negara diadakan di Basilika St.Petrus.
Editor: Elfan Fajar Nugroho
Sikap dan posisi kedua negara dalam isu, misalnya konflik Israel - Palestina, sama dan jelas: mendukung two-state solution.
Baik bagi Indonesia maupun Vatikan, two-state solution adalah fundamental, sebagai penyelesaian yang adil dan masuk akal terhadap konflik yang hampir seabad itu.
Vatikan menyatakan harus ada "pengakuan yang adil terhadap hak-hak semua orang." Indonesiapun yang berideologi Pancasila berpandangan sama.
Juga terhadap perang Ukraina - Rusia, kedua negara terus mendorong dicarinya jalan damai untuk mengakhirinya. Kedua negara juga senantiasa mendorong dilakukannya interfaith dialogue antar-umat beragama untuk membangun kesaling-pengertian, kesepahaman demi terciptanya perdamaian dunia.
Maka, hubungan diplomatik antara Indonesia dan Takhta Suci, yang sudah dimahkotai kunjungan apostolik tiga paus ke Indonesia--Paus Santo Paulus VI (1970), Paus Santo Yohanes Paulus II (1989), dan Paus Fransiskus (2024)--dan empat presiden Indonesia ke Vatikan--Presiden pertama Sukarno, Presiden kedua Soeharto, Presiden keempa Abdurrahman Wahid, dan Presiden kelima Megawati Sukarnoputri--adalah sangat penting, hidup, dan bermakna.
Hubungan diplomatik kedua negara mendorong terciptanya kedamaian dalam kehidupan bermasyarakat yang majemuk, kerukunan antar-umat beragama, dan penghargaan terhadap kehidupan politik yang bermartabat, yang menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.
Indonesia dan Takhta Suci juga sangat peduli terhadap upaya menjaga dan melestarikan lingkungan hidup, mencegah perusakan lingkungan hidup sebab rusaknya lingkungan hidup akan menyebabkan bencana bagi dunia.
Jejak Sejarah
Hubungan diplomatik antara Indonesia dan Takhta Suci dimulai dengan pengakuan Takhta Suci terhadap kemerdekaan dan kedaulatan Indonesia, tahun 1947.
Pengakuan itu diwujudkan oleh Paus Pius XII dengan menunjuk Uskup Agung Mgr Georged de Jonghe d'Ardojo sebagai Apostolic Delegate untuk Indonesia, 6 Juli 1947.
Keputusan Takhta Suci tersebut, antara lain tidak lepas dari peran Uskup Agung Semarang Mgr Albertus Sugiyapranata Pr. Uskup Sugiyapranata lah yang mendorong agar Takhta Suci segera mengakui kemerdekaan Indonesia karena kekuatan asing yang akan terus menjajah Indonesia dan terganggunya kerja-kerja misi kaum misionaris.
Hubungan resmi disahkan pada tahun 1950. Pada tanggal 16 Maret 1950, diumumkan bahwa "Yang Mulia telah berkenan mendirikan Apostolic Internunsiature di Indonesia Serikat, yang berkedudukan di Jakarta, dan pada saat yang sama mengangkat Yang Mulia Mgr George de Jonghe d'Ardoye, sebagai Internunsio Apostolik" (L'Osservatore Romano, 1950).
Pada tanggal 6 April 1950, Mgr d'Ardoye menyerahkan Surat Kepercayaan (Kredensial) kepada Presiden Sukarno. Sebaliknya, pada tanggal 25 Mei 1950, Dubes Sukardjo Wirjopranoto, Utusan Luar Biasa dan Menteri Berkuasa Penuh Republik Indonesia Serikat, menyerahkan Surat Kepercayaan kepada Paus Pius XII.
Sejak saat itu, hubungan kedua negara terus berkembang dan meningkat hingga sekarang. Peningkatan hubungan itu antara lain ditandai dengan semakin banyaknya biarawan dan biarawati Indonesia yang berkarya di Italia. Saat ini, tercatat 1818 biarawan dan biarawati studi dan berkarya di banyak bidang pelayanan. (KBRI Takhta Suci)
10 Gunung Tertinggi di Dunia, Gunung Everest hingga Gunung 'Pembunuh' di Pakistan |
![]() |
---|
Prakiraan Cuaca Jawa Tengah Besok Sabtu 4 Oktober 2025: Klaten, Karanganyar, Magelang, Brebes, Kudus |
![]() |
---|
Kunci Jawaban PAI dan Budi Pekerti Kelas 9 SMP/MTs Kurikulum Merdeka Bab 5 Halaman 140 |
![]() |
---|
Kunci Jawaban IPS Kelas 8 SMP/MTs Kurikulum Merdeka Evaluasi Tema 3 Halaman 217 |
![]() |
---|
Prakiraan Cuaca di Provinsi Papua Sabtu 4 Oktober 2025: Jayapura, Sarmi dan Waropen Kontras |
![]() |
---|