Dengan pemetaan demikian, koalisi pendukung Prabowo menjadi yang paling gemuk.
Jika digabungkan, suara parpol pendukung Prabowo pada Pemilu 2019 mencapai 39,4 persen atau 261 kursi DPR RI.
Perinciannya, Partai Gerindra (12,57 persen atau 78 kursi), Partai Golkar (12,31 persen atau 85 kursi), Partai Demokrat (7,77 persen atau 54 kursi), dan PAN (6,84 persen atau 44 kursi).
Lalu, masih merujuk pada Pemilu 2019, Koalisi Perubahan untuk Persatuan mengantongi 26,95 persen suara atau 167 kursi DPR RI.
Angka tersebut merupakan gabungan dari suara Partai Nasdem (9,05 persen atau 59 kursi), PKB (9,69 persen atau 58 kursi), dan PKS (8,21 persen atau 50 kursi).
Sementara, koalisi pendukung Ganjar mengantongi 23,85 persen suara atau 147 kursi DPR RI berdasar hasil Pemilu 2019.
Ini merupakan gabungan perolehan suara PDI-P (19,33 persen atau 128 kursi) dan PPP (4,52 persen atau 19 kursi).
Ketiga poros koalisi memenuhi presidential threshold atau ambang batas pencalonan presiden yang mensyaratkan capres-cawapres diusung partai atau gabungan partai dengan minimal perolehan 20 persen dari kursi DPR atau 25 persen suara sah nasional pada Pemilu 2019.
Tak Jamin Kemenangan
Direktur Nusakom Pratama Institute, Ari Junaedi, menilai, mengingat pendaftaran peserta Pilpres 2024 kurang dari sebulan lagi, besar kemungkinan hanya akan ada tiga koalisi partai politik, bukan empat.
Meski koalisi pendukung Prabowo menjadi yang paling gemuk, menurut Ari, itu tak menjadi jaminan kemenangan.
“Dalam kontestasi pilpres, tidak selalu linear antara kemenangan dengan jumlah banyaknya partai dalam koalisi,” katanya kepada Kompas.com, Senin (18/9/2023).
Ari menyebut, semakin gemuk koalisi, justru semakin rumit membangun koordinasi antarpartai politik.
Baik itu untuk menentukan cawapres, maupun ketika mempersiapkan kampanye.
Meski bekerja sama dalam satu koalisi, setiap parpol diyakini akan mementingkan ego masing-masing.