Terkini Daerah

Menteri Bahlil Ajak Nusron Wahid Diskusi Kasus Rempang secara Tak Resmi: Sambil Duduk dan Makan

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Warga Rempang Batam Selamatkan Bocah dari Gas Air Mata

HPL itu kemudian berpindah tengan ke PT Makmur Elok Graha.

Praktis masalah status kepemilikan lahan masyarakat yang sudah terlanjur menempati di kawasan tersebut semakin pelik.

Sementara masyarakat nelayan yang puluhan tahun menempati Pulau Rempang sulit mendapatkan sertifikat kepemilikan lahan.

Baca juga: Kesaksian Guru Siswa Kena Gas Air Mata saat Bentrok di Rempang Batam, sampai Sembunyi di Hutan

Konflik lahan memang belum muncul kala itu hingga beberapa tahun kemudian, karena perusahaan menerima HPL belum masuk untuk mengelola bagian Pulau Rempang.

Konflik mulai muncul saat pemerintah pusat, BP Batam, dan perusanaan pemegang HPL PT Makmur Elok Graha mulai menggarap proyek bernama Rempang Eco City, proyek yang digadang-gadang bisa menarik investasi besar ke kawasan ini.

Mengutip Antara, Menko Polhukam Mahfud MD menegaskan kasus di Rempang itu bukan penggusuran, tetapi pengosongan lahan, karena hak atas tanah itu telah diberikan oleh negara kepada entitas perusahaan sejak 2001 dan 2002.

“Masalah hukumnya juga supaya diingat, banyak orang yang tidak tahu, tanah itu, (Pulau) Rempang itu sudah diberikan haknya oleh negara kepada sebuah perusahaan, entitas perusahaan untuk digunakan dalam hak guna usaha. Itu Pulau Rempang. Itu Tahun 2001, 2002,” kata Mahfud MD.

Namun pada 2004, hak atas penggunaan tanah itu diberikan kepada pihak lain.

“Sebelum investor masuk, tanah ini rupanya belum digarap dan tidak pernah ditengok sehingga pada 2004 dan seterusnya menyusul dengan beberapa keputusan, tanah itu diberikan hak baru kepada orang lain untuk ditempati. Padahal, SK haknya itu sudah dikeluarkan pada 2001, 2002 secara sah,” kata Mahfud MD.

Dia melanjutkan situasi menjadi rumit ketika investor mulai masuk ke Pulau Rempang pada 2022. (TribunWow.com/ Tiffany Marantika)