Terkini Daerah

Atasi Fenomena Sapi Makan Sapi di Gunungkidul, Sri Sultan HB X Ajak Kerjasama Program Ekonomi Hijau

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

GKR Condrokirono (rompi biru) dan GKR Mangkubumi (Topi putih) berfoto Bersama dengan masyarakat Gunung Kidul, Yogyakarta

Ternak terancam kelaparan karena tidak ada tumbuhan hijau untuk pakan ternak.

Oleh karena itu tidak mengherankan jika pada musim kemarau di Gunung Kidul ini banyak terjadi peristiwa sapi makan sapi.

"Jika biasanya seorang warga di Gunung Kidul memiliki 3 sapi, maka pada musim kemarau masyarakat tidak dapat mempertahankan itu. Karena kelangkaan pakan ternak, maka satu dari tiga sapi itu akan dijual."

"Dan hasil penjualan sapi itu, akan dibelikan pakan ternak yang berasal dari daerah lain. Dibutuhkan kurang lebih Rp 250.000 per bulan untuk membeli pakan ternak dari daerah lain. Akhirnya ya, sapi makan sapi yang terjadi,“ ujar GKR Mangkubumi.

Oleh karena itu, Kraton menyambut hangat ketika DIY terpilih menjadi pilot project program Pengembangan Ekosistem Green Economy untuk Mendukung Net Zero Emission (NZE) Berbasis Keterlibatan Masyarakat di DIY dalam konteks Sustaninable Development Goals (SDG) – pembangunan berkelanjutan.

Ditegaskan GKR Mangkubumi, Kraton Yogyakarta memegang kuat filosofi Memayu Hayuning Bawana untuk membangun dan menyejahterakan masyarakat.

"Makanya, pilot project ini merupakan Kerjasama antara PT PLN Energi Primer Indonesia, Pemerintah DIY dan Kraton Kasultanan Yogyakarta. Kraton Kasultanan Yogyakarta menyediakan tanah Sultan Ground untuk dapat ditanami pohon-pohon yang mendukung semua kepentingan."

"Lingkungan terjaga, masyarakat mengambil manfaat dari daun-daun dari pohon yang ditanam dan PLN dapat menggunakan ranting-rantingnya untuk Co-Firing bagi PLTUnya,“ ujar GKR Mangkubumi.

Kisah sapi makan sapi itu dibenarkan oleh Supriyanto Lurah Kelurahan Gombang, Kapanewon Ponjong, Gunung Kidul, Yogyakarta.

Dijelaskan, bahwa hampir setiap keluarga di kelurahannya memiliki sapi atau kambing.

Kambing atau sapi bagi warga desa merupakan raja kaya (bhs. Jawa – red) atau asset setiap keluarga.

Hanya masalah muncul seiring dengan hadirnya musim kemarau, kelangkaan pakan hewan terjadi.

Melalui program ini, sebanyak 50.000 bibit pohon pakan ternak yakni Gamal, Indigofera, Gmelina atau Jati Putih, dan Kaliandra Merah ditanam penduduk di dua kelurahan tersebut secara bergotong-royong di areal seluas 30 ha.

Tujuan program ini adalah menyediakan pakan ternak bagi daerah Kelurahan Gombang dan Karangasem Gunung Kidul. Dengan demikian, diharapkan nantinya pakan ternak tetap tersedia meski musim kemarau datang.

“Warga dilibatkan dalam menentukan jenis bibit tanaman sesuai dengan kebutuhan untuk mengatasi persoalan kekurangan pakan. Oleh karena itu masyarakat adalah pelaku dan pihak yang memperoleh manfaatnya.

Halaman
123