TRIBUNWOW.COM - Beberapa hari ini perhatian warganet tertuju terhadap viral kasus penganiayaan yang dilakukan oleh seorang anak pejabat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) bernama Mario Dandy Satriyo (20).
Kasus ini diperparah oleh sikap Dandy yang ternyata kerap memamerkan harta di media sosial (medsos) yang berujung pada meningkatnya rasa kesal netizen terhadap instansi DJP tempat di mana ayah pelaku bekerja.
Dikutip TribunWow dari Instagram @smindrawati, Sabtu (25/2/2023), kini Menteri Keuangan Sri Mulyani buka suara terkait heboh pemberitaan 13 ribu pegawainya belum melaporkan harta kekayaan.
Baca juga: Alami Pembengkakan Otak, Kondisi Korban Mario Dandy Diungkap Pengacara: Mudah-mudahan Tidak Parah
Sri Mulyani menyampaikan, pemberitaan tersebut memiliki judul yang provokatif sehingga mengundang amarah warganet.
Pada kolom captionnya, Sri Mulyani menyampaikan bahwa tingkat kepatuhan pegawainya dalam mengisi LHKPN mencapai 100 persen.
Sri Mulyani menyatakan akan memastikan bahwa pada LHKPN tahun 2023 nanti tingkat kepatuhan bawahannya juga akan mencapai 100 persen.
Dalam kolom captionnya itu, Sri Mulyani juga mengajak masyarakat agar ikut mengawasi jika ada pelanggaran yang dilakukan oleh pegawai dari instansi Kemenkeu.
Namun Sri Mulyani juga meminta agar para pegawai yang bekerja secara jujur dan baik agar didukung.
Berikut caption lengkap yang ditulis oleh Sri Mulyani:
"13 ribu Pegawai Kemenkeu Belum Lapor Harta - KPK tunggu hingga akhir Maret.
Itu judul berita di Detik dan juga CNN. Provokatif dan Reaksi netizen riuh rendah penuh marah - memberikan kesan pegawai Kemenkeu tidak patuh lapor harta.
ITU TIDAK BENAR..!
Lihat Slide 2..!
Kewajiban LHKPN diatur dalam UU 30/2002 sttd UU 19/2019 , bagi Pejabat Negara yang menjalankan fungsi eksekutif, legislatif, atau yudikatif dan pejabat lain yang fungsi dan tugas pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Di lingkungan Kemenkeu, tidak semua pegawai diwajibkan lapor LHKPN, namun hanya pegawai dan pejabat yang sudah ditetapkan dalam KMK 83/2021 mengenai Daftar Wajib Lapor (WL) di Lingkungan Kemenkeu adalah 33.370 (2021) dan 32.191 (2022).Wajib Lapor meliputi : JPT Madya (Eselon-1) dan Pratama (Eselon-2) dan Stafsus, Para pejabat pengadaan dan bendahara, Pemeriksa Bea Cukai, AR, Penilai pajak, Pemeriksa pajak, Pelelang, Widyaiswara, Hakim pengadilan pajak, dan Pejabat esleon III dan IV serta pelaksana di unit tertentu.
PEGAWAI YANG TIDAK WAJIB LAPOR LHKPN TETAP MELAPOR HARTA DAN SPT melalui Aplikasi Laporan Pajak dan Harta Kekayaan (Alpha) yaitu aplikasi pelaporan di internal Kemenkeu.
Tahun 2021 pelaporan LHKPN melalui e-lhkpn diintegrasi dengan Alpha, sehingga para wajib lapor LHKPN cukup melaporkan 1 kali.
Tingkat kepatuhan wajib lapor LHKPN di Kemenkeu mencapai 100 persen (2017-2021). Tahun 2021 HANYA 1 ORANG TIDAK MELENGKAPI DOKUMEN.
Untuk Pelaporan 2022, proses masih berjalan sampai 31 Maret 2023. Status hingga 23 Februari 2022; 18.306 pegawai (56,87 persen) sudah lapor dan 13.885 (43,13%) belum lapor. Kemenkeu mewajibkan pegawai melapor LHKPN, Alpha dan SPT lebih awal yaitu sebelum tanggal 28 Februari 2023.
Sama seperti tahun-tahun sebelumnya - KEPATUHAN PELAPORAN PEGAWAI KEMENKEU HARUS MENCAPAI 100%.
Ayooo..!
Awasi, laporkan dan proses hukum mereka yang korupsi dan nyeleweng.!
Kita bersihkan yang kotor..!
Dukung dan hargai mereka yang kerja baik, benar dan bersih.
Jaga dan awasi bersama Kemenkeu.
Jangan lelah dan kalah mencintai Indonesia.
Jakarta, 25 Februari 2023."
Selain menulis caption panjang, Sri Mulyani juga menyertakan statistik kepatuhan LHKPN para pegawai Kemenkeu.
Terlihat dari tahun 2017-2022, seluruh wajib pajak 100 persen taat melaporkan LHKPN.
Hanya pada tahun 2021 terdapat seorang pegawai DJP yang sebenarnya sudah melaporkan LHKPN namun tidak melengkapi dokumen surat kuasa.
Baca juga: Bukan sang Pacar, Sosok Ini yang Provokasi Mario Dandy Aniaya Anak Pengurus GP Ansor hingga Koma
Harta Rafael Alun Dinilai Tak Wajar
Di sisi lain, Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan HAM (Menko Polhukam) Mahfud MD turut mengomentari kasus viral penganiayaan yang dilakukan anak pejabat pajak, Mario Dandy Satriyo (20).
Dilansir TribunWow.com, Mahfud MD meminta kasus penganiayaan ini diusut tuntas.
Melalui akun Twitter @mohmahfudmd, Jumat (24/2/2023), tak ada kata damai dan maaf dalam hukum pidana.
Baca juga: Nasib Pacar Mario Dandy, Polisi Gali Obrolan yang Picu Penganiayaan pada Anak Pengurus GP Ansor
Sebagai informasi, DA merupakan anak pengurus GP Ansor bernama Jonathan.
"Tidak ada perdamaian atau permaafan dalam hukum pidana.
Untuk perkara ringan memang ada restorative justice. Penganiayaan yang dilakukan oleh anak pejabat ini harus diproses hukum," tulis Mahfud.
Buntut perbuatan Mario Dandy, sang ayah, Rafael Alun Trisambodo pun kini dipecat dari jabatannya.
Bahkan kini sejumlah pihak mempertanyakan kekayaan Rafael Alun.
Pasalnya, Rafael Alun tercatat memiliki kekayaanRp 56,10 miliar.
Sebelum dipecat, ia merupakan pejabat eselon III Kabag Umum Kanwil Ditjen Pajak Jakarta Selatan II.
"Secara hukum administrasi pejabat yang punya anak dalam tanggungan hedonis dan berfoya-foya harus diperiksa," sambung Mahfud.
Baca juga: Buntut Kelakuan Mario Dandy, sang Ayah Rafael Alun Trisambodo Resmi Dicopot dan Diperiksa Hartanya
Di sisi lain, pengamat politik sekaligus Direktur Lingkar Madani (Lima) Ray Rangkuti menilai kekayaan Rafael Alun perlu dilacak.
Ray menganggap total kekayaan Rafael Alun tidak sesuai dengan jabatan yang didudukinya.
"Sumber kekayaannya perlu dilacak. Nampak tidak sepadan dengan jabatan yang diembannya," ujar Ray.
"Artinya, ada sumber pemasukan lain selain dari pemasukan jabatan yang diembannya. Apa kiranya?"
Ray menyebut Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) lah yang berhak melacak kekayaan Rafael Alun tersebut.
Pasalnya, kata dia, masyarakat umum tidak diberi kewenangan melakukan pelacahakan kekayaan seperti itu.
"Sudah saatnya Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) tidak semata laporan administratIf belaka," ucap Ray.
"Sudah harus jadi patokan untuk menelisik hasil kekayaan dan sumber kekayaan pejabat negara."
(TribunWow.com)