TRIBUNWOW.COM - Perdana Menteri India, Narendra Modi menyerukan adanya gencatan senjata dan diplomasi untuk mengatasi konflik di Ukraina.
Seruan ini disampaikan oleh Narendra Modi saat berbicara dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 di Bali, Indonesia, pada Selasa (15/11/2022).
Dikutip TribunWow dari bbc, Narendra Modi membahas hal ini ketika KTT G20 mendiskusikan topik ketahanan pangan dan energi.
Baca juga: Temui Xi Jinping Jelang KTT G20, Biden Inisiatif Memulai Diskusi Bahas Konflik Rusia-Ukraina
Awalnya Modi menjelaskan bagaimana rantai suplai dunia porak poranda karena beragam faktor, mulai dari perubahan iklim, pandemi Covid-19, dan perang yang berlangsung di Ukraina.
Modi lalu membandingkan kondisi saat ini dengan Perang Dunia II.
“Selama seabad terakhir, Perang Dunia Kedua mendatangkan malapetaka di dunia. Setelah itu, para pemimpin pada masa itu berusaha keras menempuh jalan damai. Sekarang giliran kita," ujar Modi.
Modi menyampaikan ajakan damai ini di depan pada kepala negara G20, mulai dari Presiden Amerika Serikat Joe Biden hingga pemerintah Rusia yang diwakili oleh Menteri Luar Negeri Rusia, Sergey Lavrov.
Setelah menyampaikan seruan damai, Modi juga menentang adanya pembatasan suplai energi dan menekankan pentingnya menjaga stabilitas pasar energi.
Sebelumnya, Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky turut ikut menghadiri KTT G20 lewat video.
Dikutip TribunWow dari bbc, Zelensky memberikan sejumlah pesan saat tampil di KTT G20 secara daring.
Baca juga: Bahas Konflik Rusia-Ukraina hingga Proyek MRT, Ini Isi Diskusi Jokowi dengan para Kepala Negara G20
Pertama, Zelensky meminta agar dunia menghentikan peperangan yang dimulai oleh Rusia.
"Saya meyakini saat ini adalah waktunya di mana perang destruktif Rusia harus dan dapat dihentikan," kata Zelensky.
Zelensky turut membahas sejumlah hal lain mulai dari memastikan keamanan nuklir dan pangan, strategi mengakhiri konflik dan menghindari meningkatnya intensitas konflik.
Dalam pidatonya, Zelensky berkali-kali mengucapkan G19 yang diyakini bermaksud sindiran tidak menganggap Rusia sebagai bagian dari G20.
Pada kesempatan itu, Zelensky turut mengungkit perjanjian gandum yang akan kadaluarsa pada 19 November 2022 mendatang.
Perjanjian ini diketahui memungkinkan Ukraina untuk mengekspor 10 juta ton gandum dan bahan pangan lainnya ke beberapa negara di dunia yang membutuhkan.
Zelensky menegaskan bahwa perjanjian ini harus terus dilanjutkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan RUsia.
"Hak atas pangan adalah hak dasar setiap orang di dunia," kata Zelensky.
Baca juga: KTT G20 Bakal Bahas Apa Saja? Ini Daftar Para Pemimpin Negara yang Disebut Hadir di Bali
G20 Jadi Ajang Bully Putin dan Rusia
Di sisi lain, Enterpreneur sekaligus staf pengajar di Sekolah Tinggi Intelijen Negara (STIN), Mardigu Wowiek Prasantyo ikut mengomentari soal berjalannya Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 di Bali, Indonesia.
Pria yang akrab disapa dengan nama panggilan Bossman Mardigu Wowiek ini menjelaskan bahwa rangkaian pertemuan G20 di Indonesia saat ini dimanfaatkan oleh Amerika Serikat (AS) dan negara-negara barat untuk melakukan bullying atau perundungan terhadap Rusia.
Dikutip TribunWow dari Instagram @mardiguwp, Mardigu Wowiek menjelaskan bahwa AS dan antek-anteknya terus berusaha menyalahkan Presiden Rusia Vladimir Putin yang bertanggung jawab atas konflik yang terjadi di Ukraina.
Baca juga: Perbedaan Biden dan Menlu Rusia saat Tiba di Bali untuk Hadiri KTT G20, Presiden AS Pakai The Beast
Menurut Mardigu, pertemuan G20 tidak seharusnya dimanfaatkan oleh segelintir pihak untuk kepentingan politik mereka.
Mardigu menyampaikan, pada pertemuan KTT ASEAN-AS di Kamboja, 12 November 2022, Presiden AS Joe Biden berusaha menggiring opini untuk mengucilkan Rusia.
Mardigu turut mengutip pernyataan Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov yang menyatakan bahwa AS berusaha memiliterisasi Asia Tenggara untuk memerangi kepentingan Rusia dan Tiongkok di Asia Tenggara.
"Ukraina tampaknya menjadi agenda utama pemimpin-pemimpin barat yang mengkritik secara terbuka invasi Rusia ke Ukraina serta menekan Tiongkok dan India," tulis Mardigu.
Mardigu kemudian menjelaskan dari perspektif Rusia, saat ini Rusia memposisikan dirinya dan China/Tiongkok sebagai kekuatan global yang melawan dominasi AS dan negara-negara barat.
Mardigu menekankan Indonesia harus bisa menggunakan strategi tepat di KTT G20 agar pertemuan tingkat tinggi tersebut tidak disetir oleh kepentingan segelintir negara.
Menurut Mardigu, saat ini AS dan negara barat telah berhasil membuat Putin tidak hadir ke Indonesia.
"Dengan cara membawa kekuatan militer Amerika ada di dekat Australia dan perairan Indonesia. Keamanan Putin menjadi terancam lebih baik Putin tidak datang." tulis Mardigu.
Ketua Komunitas Kebijakan Luar Negeri Indonesia, Dino Patti Djalal menyampaikan sejumlah saran terkait langkah apa yang harus dilakukan Indonesia agar acara KTT G20 di Bali dapat tetap berjalan lancar.
Awalnya Dino menjelaskan G20 terancam ditinggalkan oleh negara-negara anggotanya bahkan bubar karena konflik Rusia-Ukraina.
"G20 kini sedang sakit, terpecah belah, dan kalau tidak hati-hati bisa menjadi disfungsional," ujar Dino dikutip TribunWow.com dari YouTube Sekretariat FPCI, Minggu (3/4/2022).
Baca juga: Sosok Komandan Perang Baru Rusia, Ditunjuk Putin Pimpin Perang Ukraina meski Pernah Dipenjara 2 Kali
Dino mencontohkan bahwa di dalam G20 terdapat negara-negara G7 (Kanada, Prancis, Jerman, Italia, Jepang, Inggris, dan Amerika Serikat) yang mana semua negara G7 menentang keras invasi Rusia terhadap Ukraina.
Selanjutnya ada juga negara-negara yang pro terhadap Rusia di dalam G20 yakni Brasil, India, China, dan Afrika Selatan.
Menurut Dino, Indonesia saat ini harus memanfaatkan modal politik dan diplomatik Indonesia dengan negara-negara barat, Rusia, Tiongkok (China), bahkan negara-negara menengah.
Dino menyampaikan, Indonesia sampai saat ini masih memiliki modal politik yang baik dengan Rusia.
"Indonesia tidak menerapkan sanksi terhadap Rusia dan hubungan bilateral Jakarta-Moskow masih terjaga normal," ujarnya.
Selanjutnya Dino menyarankan agar pembahasan pilar-pilar G20 terus berjalan, mulai dari Business 20, Civil 20, Labor 20, dan lain sebagainya.
Kemudian Dino menyarankan agar Presiden Indonesia Joko Widodo (Jokowi), Menteri Keuangan Sri Mulyani, dan Menteri Luar Negeri Retno Marsudi rutin melakukan zoom diplomacy.
"Yaitu lobi melalui teleconference secara intensif dengan pemimpin negara-negara G20 lainnya untuk mencari formula yang dapat menjaga keutuhan G20," ungkap Dino.
Dino mengingatkan bahwa solusi menjaga keutuhan G20 harus dirintis sedini mungkin.
Selain itu Dino turut menyarankan agar Jokowi memanfaatkan kesempatan KTT ASEAN-AS pada pertengahan tahun 2022 besok untuk berbicara secara bilateral dengan Presiden AS Joe Biden membahas pentingnya menjaga keutuhan G20.
Dino lalu juga menyarankan agar Indonesia mengirimkan perwakilan ke Ukraina dan Rusia untuk mencari solusi mengakhiri konflik. (TribunWow.com/Anung/Via)