TRIBUNWOW.COM - Dokter forensik yang pertama kali melakukan autopsi terhadap jenazah Brigpol Nopriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J diduga tidak profesional.
Kecurigaan ini disampaikan oleh Ketua Indonesia Police Watch (IPW) Sugeng Teguh Santoso.
Dikutip TribunWow.com dari Tribunnews.com, Sugeng mengatakan, dokter forensik ini perlu diperiksa bahkan dinonaktifkan jika terbukti tidak profesional saat melakukan autopsi.
Baca juga: Beda Versi soal Tersangka Pembunuh Brigadir J, Kuasa Hukum dan Polri Beri Jawaban Berlawanan
"Saya mendukung dilakukannya penilaian oleh MKEK atas hasil autopsi yang dituangkan dalam visum et repertum pertama yang dibuat oleh dokter forensik kehakiman polri pada jenazah Brigpol J karena diduga autopsi tersebut dilakukan tidak profesional," ujar Sugeng ketika dihubungi Tribunnews, Minggu (24/7/2022).
Sugeng menyampaikan, apabila proses autopsi terbukti dilakukan secara tidak benar maka dokter yang bertanggung jawab perlu ditindak.
"Bila hasil pemeriksaan tersebut terbukti unprofesional, dokter tersebut bila dia adalah anggota polisi maka harus dinonaktifkan dan juga diperiksa oleh MKEK dan dikenakan sanksi disiplin dan kode etik," tegasnya.
"IPW meminta didalami oleh tim khusus potensi obstruction of justice sebagaiaman pasal 233 KUHP."
"Proses ini harus didalami terhadap semua pihak yang diduga menghalangi ditemukkannya kebenaran dalam pengungkapan kasus matinya Brigpol J," ungkap Sugeng.
Proses autopsi Brigadir J juga menarik perhatian dari Mantan Kabareskrim Polri, Komjen (Purn) Susno Duadji.
Dikutip TribunWow.com dari Tribunnews.com, Susno Duadji mengutarakan kecurigaannya bahwa dokter yang pertama kali mengautopsi Brigadir J berada di bawah tekanan.
Baca juga: Ini Isi Ancaman Pembunuhan terhadap Brigadir J, Pengancam Larang Yosua Naik ke Atas
Seperti yang diketahui, proses autopsi terhadap Brigadir J pertama kali dilakukan di RS Polri Kramat Jati.
Dari hasil autopsi pertama disimpulkan bahwa Brigadir J tewas karena luka tembak.
"Catatan saya, dokter yang memeriksa dan memberikan autopsi itu harus diperiksa, bila perlu dinonaktifkan. Karena dia janggal, dan visumnya harus dibuka ke publik, apa visum yang dibuat dokter itu. Jadi sorotan kita juga harus ke dokter yang memeriksa itu," kata Susno Duadji, Sabtu (23/7/2022).
"Dia memeriksa itu di bawah tekanan atau meriksa beneran? Karena kalau memeriksa beneran public tidak akan ribut, ini kena tembak peluru, luka sayat atau kena benda tumpul. Atau dokter-dokteran yang periksa."
Dikutip TribunWow.com, berikut adalah sejumlah fakta mengenai autopsi Brigadir J.
1. Jenazah Membusuk
Kondisi jenazah yang terus mengalami pembusukan seiring berjalannya waktu dikhawatirkan akan membuat proses autopsi ulang semakin sulit.
Pihak kepolisian sendiri menyatakan bahwa proses ekshumasi jasad Brigadir J harus dilakukan sesegera mungkin.
"Kalau misalnya jenazahnya sudah lama maka tingkat pembusukan semakin lebih rusak, kalau semakin rusak maka autopsi ulang atau ekshumasi semakin sulit," kata Kadiv Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo di Mabes Polri, Jakarta, Jumat (22/7/2022).
"Informasi yang saya dapatkan dari Katim Sidik Pak Dirtipidum, sebenarnya dari komunikasi dari pidum dengan pihak pengacara ini kalau bisa secepatnya, semakin cepat maka proses ekshumasi ini juga semakin baik," ungkap Dedi.
2. Makam Dijaga Ketat Jelang Autopsi Ulang
Setelah rencana ekshumasi jenazah Brigadir J disetujui pihak berwajib, ormas Pemuda Batak Bersatu (PBB) ikut berperan aktif.
Organisasi tersebut mengerahkan sejumlah orang untuk menjaga makam Brigadir J di TPU Desa Suka Makmur, Simpang Yanto Unit 1 Sungai Bahar, Kabupaten Muaro Jambi, Jambi.
Tujuannya adalah agar jasad yang menjadi bukti penting itu tidak hilang dicuri atau dimusnahkan oleh pihak tertentu.
"Yang jelas kita melakukan pengawasan terhadap pemakaman yang ada di tempat ini sampai proses autopsinya berlangsung," terang pendeta Royanto Situmorang, tokoh agama dan Pembina PBB, seperti ditampilkan dalam tayangan di kanal YouTube Tribun Jambi, Kamis (21/7/2022).
Tak hanya siang hari, Royanto mengoordinasikan anggotanya untuk begadang di makam pada malam hari.
Penerangan dan sejumlah fasilitas pun telah dipasang untuk mempermudah penjagaan.
"Pengawasan ini kita lakukan setiap hari, baik siang maupun juga malam hari," kata Royanto.
"Persiapan kita dari lampu penerangan untuk malam hari, supaya nanti ketika kita melakukan penjagaan bisa semua terlihat dengan baik."
Baca juga: Kuku Dicabut, Jeratan di Leher hingga Rahang Geser, Kuasa Hukum Ungkap Luka Aneh Jenazah Brigadir J
Tak hanya dari ormas dan keluarga, pihak kepolisian dari Polsek Sungai Bahar juga akan ikut berjaga.
Adapun dari pihaknya, Royanto biasanya menugaskan sekitar empat orang untuk berjaga.
"Kita dua (sampai) empat orang maksimalnya, kalau pun lebih tidak masalah," terang Royanto.
"Yang jelas kita dari Pemuda Batak Bersatu, tapi kami juga mendengar informasi dari pihak Kepolisian Polsek Sungai Bahar juga bekerjasama."
Dikatakan bahwa penjagaan tersebut akan terus dilakukan hingga berlangsungnya ekshumasi yang rencananya segera digelar.
"Kita akan jaga sampai proses autopsinya berlangsung," tegas Royanto.
"Yang jelas kami mengharapkan bahwa di sinilah nanti akan terbukti, menjadi bukti paling utama penyebab kematian Brigadir Polisi Nofriansyah Yosua," pungkasnya.
3. Hasil Autopsi Bisa Dimanipulasi
Autopsi ulang atau ekshumasi pada jasad Brigpol Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J akan segera dilaksanakan.
Dilansir TribunWow.com, proses tersebut dilakukan berangkat dari keraguan keluarga Brigadir J yang menilai ada rekayasa pada hasil autopsi pertama.
Menanggapi hal ini, Novianto Adi Nugroho, pakar forensik RS UNS Surakarta, membenarkan potensi tersebut.
Baca juga: Bukti Baru CCTV Jadi Kunci Misteri Kematian Brigadir J, Rekam Pelaku di Rumah Ferdy Sambo?
Ia menerangkan bahwa hasil autopsi semata-mata merupakan penilaian dari dokter yang bergantung pada individu ahli tersebut.
Meskipun sudah disumpah, bukan tidak mungkin dokter yang melakukan pemeriksaan memiliki pendapat pribadi yang kurang objektif.
"Sebenarnya hasil autopsi itu kan dilakukan oleh dokter ya. Jadi dokter ketika memeriksa, lalu menyampaikan suatu hasil ke penyidik itu sudah disumpah," terang Novianto.
"Sudah disumpah di sini maksudnya berhubungan hati nurani bagaimana menyampaikan hal tersebut."
"Misalnya pun dimanipulasi, itu tetap pasti bisa, cuma kan hubungannya dengan hati nurani dengan kepercayaan," imbuhnya.
Namun, Novianto menilai potensi tersebut sangat minim karena biasanya petugas kesehatan masih akan mempertimbangkan berbagai hal terutama terkait spiritual.
"Bisa saja tapi sangat minim, maksudnya kan berhubungan dengan kepercayaan, agama dan dengan Tuhan."
Terkait kasus Brigadir J, Novianto membenarkan jika ada rekayasa pada hasil autopsi pertama maka ahli forensik lain bisa mengetahui hal tersebut.
Namun, ia tak mengesampingkan akan adanya kemungkinan perbedaan pendapat antara para ahli.
"Bisa saja ketahuan," tegas Novianto.
"Pendapat ahli itu bisa beda-beda sebenarnya, tapi kan sesuai fakta dan keilmuan, tapi untuk kesimpulan berbeda-beda sesuai data ahlinya tadi.
4. IPW Pertanyakan Tujuan Autopsi Brigadir J
Dinyatakan tewas seusai baku tembak melawan Bharada E alias RE, Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J disebut menderita luka sayatan oleh pihak keluarga.
Pihak keluarga juga menyoroti keanehan karena sempat dilarang membuka peti jenazah Brigadir J, dilarang mendokumentasikan jenazah hingga dipaksa untuk menandatangani sebuah dokumen.
Dikutip TribunWow.com dari Tribunnews.com, pengamat juga merasa aneh sebab autopsi dilakukan terhadap Brigadir J.
Baca juga: Istri Irjen Sambo Sempat Menegur saat Dilecehkan, Brigadir J Balas Todongkan Pistol: Diam Kamu
Keanehan ini diungkit oleh Ketua Indonesia Police Watch (IPW) Sugeng Teguh Santoso.
Sugeng menyoroti statement keluarga yang menemukan luka sayatan di bibir, hidung, hingga ada dua jari Brigadir J yang putus.
Sugeng juga mempertanyakan mengapa autopsi dilakukan terhadap Brigadir J yang menurut penjelasan Polri adalah pelaku bukan korban.
"Yang menjadi pertanyaan, tindakan bedah mayat tersebut tujuannya untuk apa? Padahal bedah mayat umumnya dilakukan untuk seorang korban kejahatan bukan pelaku kejahatan," jelas Sugeng, Rabu (13/7/2022).
5. Kontroversi Tanda Tangan
Nasib Bripda LL Hutabarat, adik mendiang Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J, ikut menjadi sorotan.
Dilansir TribunWow.com, ia merupakan anggota keluarga yang pertama kali tahu kematian sang kakak.
Namun entah mengapa, kini Bripda LL justru mengalami mutasi dan dipindah dari lokasi kerjanya di Mabes Polri.
Baca juga: Misteri Ambulans yang Bawa Jasad Brigadir J Diungkap Pedagang Keliling, Sebut Dikawal Ketat Polisi
Seperti dilaporkan Tribunnews.com, pada hari kematian Brigadir J, Jumat (8/7/2022), Bripda LL mendapat panggilan untuk datang ke RS Polri.
Oleh seorang pejabat Polri, Bripda LL diminta mendatangi berkas yang tidak jelas apa isinya.
"Adiknya dipanggil Karo Provos disuruh pergi ke rumah sakit Polri disuruh menandatangani satu kertas tanpa melihat abangnya yang sudah meninggal, tanpa mengetahui luka mana yang akan diautopsi atau bagian mana saja yang tertembak atau tersayat, atau telah dirusak," terang kuasa hukum keluarga, Kamaruddin Simanjuntak, Selasa (19/7/2022).
Bripda LL pun patuh pada perintah Brigadir Jenderal atau jenderal bintang satu tersebut.
Belakangan baru diketahui bahwa yang ia tanda tangani adalah dokumen terkait pemeriksaan kematian sang kakak.
Menurut TribunJambi.com, Bripda LL Hutabarat menjadi orang pertama yang mengabarkan kematian kakaknya pada keluarga dan bukannya pihak dari Mabes Polri.
Ia juga menjadi pengawal jenazah sang kakak dari Jakarta sampai di kampung halaman, Kabupaten Muaro Jambi, Jambi.
Momen tersebut dibagikan sang sepupu, Roslin Emika yang merekam kedatangan jenazah dan Bripda LL di Bandara Sultan Thaha Syaifuddin, Jambi, Sabtu (9/7/2022).
Tampak Bripda LL memeluk keluarganya dengan erat sembari menangisi kepergian sang kakak.
Namun kemudian tersiar kabar bahwa adik Brigadir J tersebut sudah dimutasi dari Mabes Polri.
Ia kini pulang ke kampung halaman dan bekerja di Polda Jambi tak lama setelah kematian kakaknya.
"Infonya seperti itu ya (mutasi ke Polda Jambi). Sudah beberapa hari yang lalu," ujar kuasa hukum Brigadir J, Martin Lukas Simanjuntak saat ditemui di Gedung Bareskrim Polri, Jakarta, Senin (18/7/2022).
Kabar ini juga dikonfirmasi oleh Kadiv Humas Polri, Irjen Dedi Prasetyo yang mengatakan Bripda LL sudah bertugas di Polda Jambi.
"Ya, sudah dimutasikan ke Polda Jambi," ucap Dedi, Senin (18/7/2022).
Terkait alasan mutasi, Dedi hanya mengelak dan melemparkan jawaban ke pihak SDM Polri.
"Rumahnya sana, ya kembali aja. Entar ditanyakan lagi ke SDM," pungkasnya.
Sebagai informasi, Brigadir J disebut oleh pihak kepolisian sempat melakukan pelecehan terhadap PC selaku istri eks Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo.
Seusai melakukan pelecehan, Brigadir J sempat menodong istri Irjen Sambo menggunakan pistol hingga akhirnya terlibat baku tembak melawan Bharada E.
Kejadian tersebut diketahui terjadi di rumah singgah Irjen Sambo di Jakarta, Jumat (8/7/2022).
Pada saat kejadian, Irjen Sambo diketahui sedang tidak berada di tempat kejadian perkara (TKP).
Bharada E sendiri adalah Anggota Brimob yang bertugas sebagai pengawal Kadivpropam.
Sementara itu Brigadir J adalah Anggota Bareskrim yang ditugaskan sebagai sopir dinas istri Kadiv Propam. (TribunWow.com/Anung/Via)