Konflik Rusia Vs Ukraina

Tuduh Bangsa Rusia Punya Sifat Penjajah sejak Lahir, Eks Presiden Polandia Yakin akan Ada Putin Lain

Penulis: anung aulia malik
Editor: Rekarinta Vintoko
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Mantan Presiden Polandia Lech Walesa (kiri) meyakini akan ada Presiden Rusia Vladimir Putin lainnya dalam waktu 5-10 tahun ke depan. Walesa meyakini bangsa Rusia memiliki sifat penjajah sejak lahir.

TRIBUNWOW.COM - Mantan Presiden Polandia Lech Walesa meyakini dunia tidak akan aman selama Rusia masih ada.

Lech Walesa bahkan menuding bangsa Rusia memiliki sifat penjajah secara alami sejak lahir dan akan selalu mencari cara untuk menganeksasi orang-orang.

Dikutip TribunWow.com dari rt.com, Lech Walesa meyakini seandainya nanti Ukraina menang konflik, keberadaan Rusia masih akan membahayakan perdamaian dunia.

Baca juga: Anggota DPR Rusia Puji Langkah Putin Cegah Bencana Kemanusiaan Lewat Cara Operasi Militer di Ukraina

"Dalam lima hingga sepuluh tahun, kita akan melihat Putin (Presiden Rusia Vladimir Putin) lain bangkit," ujar Walesa.

Menurut Walesa, solusi yang harus dilakukan oleh negara barat adalah mengganti sistem politik di Rusia secara paksa atau mengatur pemberontakan.

Walesa berpendapat, perlu bagi negara-negara barat untuk menghasut para masyarakat yang telah dianeksasi layaknya warga Ukraina di Rusia agar melawan pemerintah Rusia.

Walesa berharap untuk membawa Rusia kembali ke kondisi saat populasinya masih kurang dari 50 juta orang.

Tujuan yang ingin dicapai Walesa diketahui menyebabkan perpecahan di negara modern Rusia saat ini.

Diketahui, populasi Rusia saat ini mencapai 147 juta orang.

Baca juga: Penampakan Apartemen di Ukraina yang Kena Serangan Roket Rusia, 15 Tewas dan 30 Tertimpa Puing-puing

Sementara itu, pemerintah Amerika Serikat (AS) meyakini masih terlalu dini bagi Ukraina untuk melakukan negosiasi damai dengan Rusia.

Pernyataan ini disampaikan oleh Koordinator Komunikasi Strategis Dewan Keamanan Nasional AS, John Kirby, Minggu (3/7/2022).

Dikutip TribunWow.com dari rt.com, Kirby menjelaskan, saat ini tugas AS adalah membantu Ukraina semaksimal mungkin.

Baca juga: AS Ikut Konflik Ukraina-Rusia, Biden Panen Kritik Disindir Trump hingga Diminta Fokus Urus Utang

"Kami tidak ingin melihat Ukraina dikalahkan oleh Rusia dan maka dari itu kami terus mengirimkan bantuan dan pertolongan," ujar Kirby.

Menurut Kirby, Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky juga sependapat bahwa sekarang bukan saatnya untuk membahas negosiasi damai.

"Presiden Rusia Vladimir Putin juga memperlihatkan indikasi dia tidak tertarik membahas negosiasi," ungkap Kirby.

Sementara itu pada minggu lalu, juru bicara pemerintahan Rusia, Dmitry Peskov menyatakan konflik di Ukraina dapat langsung berakhir apabila Ukraina memerintahkan pasukan mereka untuk menyerah dan memenuhi permintaan Moskow.

Pemerintah Rusia sebelumnya sempat menuding Ukraina sengaja mengulur waktu tidak serius melakukan negosiasi damai.

Baca juga: Putin Disebut Paranoid hingga Bunuh Ilmuwan Rusia yang Ditemukan Tewas 2 Hari setelah Dipenjara

Dikutip TribunWow.com dari rt.com, di sisi lain NATO justru meyakini konflik antara Rusia dan Ukraina akan berakhir lewat negosiasi.

Pernyataan ini disampaikan oleh Sekretaris Jenderal NATO, Jens Stoltenberg, Sabtu (25/6/2022).

"Kemungkinan besar, perang ini akan berakhir di meja negosiasi," kata Stoltenberg.

Stoltenberg menjelaskan, saat ini tanggung jawab NATO adalah untuk memastikan Ukraina memiliki posisi yang kuat saat melakukan perundingan dengan Rusia agar kedaulatan negara di Eropa tetap terjaga.

Menurut Stoltenberg, cara paling ampuh untuk membantu Ukraina adalah dengan mengirimkan bantuan militer, ekonomi, hingga sanksi terhadap musuh Ukraina yakni Rusia.

Saat ditanya kapan negosiasi damai akan terwujud, Stoltenberg menolak untuk berkomentar.

"Perdamaian selalu dapat dicapai jika Anda menyerah," kata dia.

"Namun Ukraina berperang demi kemerdekaannya, demi haknya untuk berdiri, demi hak untuk menjadi negara demokrasi tanpa menyerah kepada kekuatan Rusia."

"Dan Ukraina siap untuk membayar harga yang sangat tinggi untuk mengorbankan diri mereka demi nilai-nilai tersebut."

"Bukan hak kita untuk menjelaskan kepada mereka sejauh mana pengorbanan harus dilakukan," papar Stoltenberg.

Baca juga: Sempat Diunggah di Medsos, Walikota di Jerman hingga Spanyol Video Call dengan Pejabat Ukraina Palsu

Tiga rudal menghujani Kota Belgorod Rusia dan diduga diluncurkan oleh Ukraina, Senin (4/7/2022). (AFP)

Zelensky Ingin Konflik Selesai Akhir Tahun

Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky memiliki target untuk mengakhiri konflik melawan Rusia di akhir tahun 2022 ini.

Keinginan Zelensky ini ia ungkapkan saat berbicara dengan para pimpinan negara anggota G7, Senin (27/6/2022).

Dikutip TribunWow.com dari rt.com, alasan yang mendasari Zelensky ingin segera mengakhiri konflik diketahui bukan karena hendak melakukan negosiasi damai.

Baca juga: Putin Dipastikan Hadiri G20, Media Rusia Soroti Keberanian Jokowi saat Diprotes Negara Barat

Zelensky mengatakan, pasukan militer Ukraina akan menghadapi kesulitan jika harus berperang melawan tentara Rusia saat musim dingin tiba.

Maka dari itu ia ingin para anggota G7 membantu supaya Ukraina bisa unggul atas Rusia sebelum musim dingin tiba.

Zelensky kemudian meminta agar para anggota G7 memberikan sanksi yang lebih berat kepada Rusia.

Menurut penasihat keamanan nasional Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden, yakni Jake Sullivan, Zelensky disebut meyakini konflik yang berkepanjangan tidak akan menguntungkannya.

"Dia (Zelensky) sangat fokus untuk mencoba memastikan Ukraina berada di posisi yang menguntungkan di medan perang," kata Sullivan.

Di sisi lain, media Rusia memberitakan mengenai niat para pemimpin negara G7 untuk membantu Ukraina.

Dilansir TribunWow.com dari RIA Novosti, disebutkan mereka akan menjajaki pilihan untuk memberikan bantuan kemanusiaan dan dukungan rekonstruksi ke Kyiv.

Dalam hal ini termasuk menggunakan aset Rusia yang dibekukan.

Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky menyambut baik keputusan Dewan Uni Eropa yang setuju menjadikan negaranya kandidat anggota organisasi, Jumat (24/6/2022). (Instagram @zelenskiy_official)

Baca juga: Ajudan Putin Ucap Terima Kasih ke Jokowi karena Telah Undang sang Presiden Rusia ke G20

Menurut media Rusia tersebut, para pemimpin G7 mengeluarkan pernyataan bersama mengenai perannya untuk membantu Ukraina.

Dalam pertemuan bersama, para kepala negara itu hendak menjajaki pilihan terbaik untuk membantu pemulihan Ukraina yang menderita kerugian besar akibat serangan Rusia.

"Kami juga akan mengeksplorasi opsi lain yang layak untuk mendukung kebutuhan kemanusiaan Ukraina, pemulihan dan rekonstruksinya yang cepat, termasuk menggunakan aset Rusia yang dibekukan sesuai dengan undang-undang nasional kami," kata para pemimpin G7 dalam sebuah pernyataan luas dikutip RIA Novosti.

Diketahui, negara-negara Barat telah memberlakukan sanksi terhadap Rusia karena Ukraina.

Dalam hal ini, Presiden Rusia Vladimir Putin menyatakan bahwa kebijakan pelemahan negaranya adalah strategi jangka panjang Barat.

Baca juga: Ungkap Perbedaan Mariupol dan Severodonestk, Gubernur Ukraina Beberkan Serangan Dahsyat Rusia

Sementara itu, sanksi global yang dijatuhkan telah memberikan pukulan serius bagi seluruh ekonomi dunia.

Menurut pemimpin Rusia, Amerika Serikat dan Uni Eropa sebenarnya gagal memenuhi kewajiban mereka kepada Rusia, sehingga membekukan cadangan devisanya.

Di sejumlah negara, sebagai bagian dari kebijakan sanksi, keputusan juga dibuat untuk membekukan aset dan real estat pengusaha Rusia.

Sebagai informasi, negara-negara Uni Eropa memblokir aset Bank Rusia dalam jumlah hingga ratusan triliun rupiah.

Jumlah ini dinilai masih jauh lebih kecil dari total aset Rusia yang bernilai hingga beberapa kuadriliun rupiah.

Meski menderita kerugian, pihak Rusia mengaku sudah bersiap akan dapat mengatasi sanksi tersebut dengan baik.

(TribunWow.com/Anung/Via)

Berita terkait Konflik Rusia Vs Ukraina