Dia kemudian mengatakan bahwa Kiev juga menyiratkan penolakan untuk mengejar kembalinya Krimea dan Sevastopol ke Ukraina dengan kekuatan militer.
Alexander Chaly, anggota delegasi Kiev, mengatakan bahwa Ukraina setuju untuk mengadopsi status netral dan non-nuklir jika diberikan jaminan keamanan.
Isi dan bentuk kesepakatan tersebut dituntut harus serupa dengan Pasal 5 dari Perjanjian Atlantik Utara.
Jaminan tersebut harus mencakup bantuan militer dan penetapan daerah larangan terbang setelah tiga hari konsultasi untuk mencari solusi diplomatik.
Para penjamin, dapat mencakup anggota tetap Dewan Keamanan PBB (termasuk Rusia), serta Jerman, Israel, Italia, Kanada, Polandia, dan Turki.
Menurut kepala faksi parlemen dari partai Hamba Rakyat yang berkuasa di Ukraina, David Arakhamiya, jaminan mereka tidak akan mencakup Krimea dan Donbass.
Kiev juga menuntut agar negara-negara penjamin membantu Ukraina bergabung dengan Uni Eropa sesegera mungkin.
Baca juga: Putin dan Pejabat Tinggi Rusia Dikabarkan Sembunyi di Bunker, Perang Nuklir Ukraina Dimulai?
Baca juga: Ada Mata-mata Rusia Pakai Nama James Bond di Medsos, Ukraina Klaim Pergoki 600 Agen Rahasia Putin
Poin Penting Permintaan Zelensky
Presiden Volodymyr Zelensky telah mengatakan bahwa Ukraina siap untuk membahas status netral negara sebagai bagian dari kesepakatan damai dengan Rusia.
Hanya saja, Zelensky tak mau secara cuma-cuma memenuhi tuntutan Presiden Rusia Vladimir Putin itu.
Demi keamanan negara, ia perlu adanya perjanjian dan jaminan dari Kremlin.
Dilansir TribunWow.com dari Aljazeera, Minggu (27/3/2022), Zelensky mengungkapkan hal tersebut saat berbicara kepada wartawan Rusia dalam panggilan video yang diterbitkan oleh media lokal.
Meskipun otoritas Moskow memperingatkan agar pemberitaan tentang konflik Ukraina tidak dipublikasikan.
Dalam pernyataannya, Zelensky siap berunding mengenai netralitas Ukraina.
Tetapi langkah itu harus dijamin oleh pihak ketiga dan dimasukkan ke dalam referendum.
"Jaminan keamanan dan netralitas, status non-nuklir negara kita. Kami siap untuk melakukannya. Ini adalah poin yang paling penting," kata Zelensky.
Berbicara dalam bahasa Rusia, Zelensky mengatakan invasi tersebut telah menyebabkan kehancuran kota-kota Ukraina.
Ia menggambarkan bahwa kerusakannya lebih buruk daripada perang Rusia di Chechnya.
Zelensky menegaskan kesepakatan damai tidak akan mungkin terjadi tanpa gencatan senjata dan penarikan pasukan.
Dia mengesampingkan upaya untuk merebut kembali semua wilayah yang dikuasai Rusia dengan paksa, dengan mengatakan itu akan mengarah pada perang dunia ketiga.
Zelensky juga mengatakan keinginan untuk berkompromi atas wilayah Donbas timur, yang dipegang oleh pasukan separatis yang didukung Rusia sejak 2014.
Sementara itu, dilansir Ukrinform, Senin (28/3/2022), Zelensky menekankan bahwa tujuan pihak berwenang Ukraina adalah perdamaian.
Selain itu juga pemulihan kehidupan normal di negara itu sesegera mungkin
Presiden 44 tahun itu mencatat bahwa babak baru pembicaraan dengan Rusia akan segera dilakukan.
"Seperti yang saya informasikan, ada peluang dan kebutuhan untuk pertemuan tatap muka di Turki. Ini tidak buruk. Kita lihat saja hasilnya," kata Zelensky.
Adapun sejumlah prioritas telah ditetapkan untuk diangkat dalam perundingan tersebut.
"Kedaulatan dan integritas wilayah Ukraina, tidak diragukan lagi. Jaminan keamanan yang efektif untuk negara kita adalah wajib. Tujuan kita jelas, perdamaian dan pemulihan kehidupan normal di negara asal kita sesegera mungkin," tegas Zelensky.
Upaya perdamaian terbaru dilakukan Presiden Turki Erdogan melalui percakapan teleponnya dengan Putin.
Kedua pemimpin negara itu sepakat untuk kembali melakukan perundingan antara Kyiv dan Moskow di ibukota Turki, Istanbul.
Belum ada tanggal yang diumumkan untuk pertemuan itu.
Tetapi, negosiator Ukraina David Arakhamia mengatakan pertemuan berikutnya akan berlangsung di Turki pada 28-30 Maret.(TribunWow.com/Anung/Via)
Berita terkait Konflik Rusia Vs Ukraina