TRIBUNWOW.COM - Invasi yang diperintahkan Presiden Rusia Vladimir Putin ke Ukraina hingga kini terus berlangsung.
Akibatnya, ratusan ribu pengungsi internal yang melarikan diri dari konflik yang terjadi di Ukraina akibat invasi Rusia.
Kini para pengungsi Ukraina ditempatkan di gedung-gedung publik di pinggiran kota Dnipro.
Baca juga: Klaim Invasi Rusia di Ukraina Berjalan Sesuai Rencana, Putin: Kami Berperang dengan Neo-Nazi
Hoda Abdel-Hamid dari Al Jazeera melaporkan apa yang ia lihat pada sekolah umum yang digunakan sebagai tempat penampungan sementara bagi para pengungsi itu.
Dikutip dari laman Al Jazeera, Jumat (4/3/2022), ia mengatakan bahwa banyak warga yang melarikan diri dari kota Kharkiv, Mariupol, serta wilayah Donbass tiba di fasilitas tersebut.
Mereka nantinya akan melanjutkan perjalanan untuk mencoba mencapai perbatasan terdekat.
"Ada banyak orang di sini, banyak anak-anak. Mereka yang melarikan diri dari Kharkiv bercerita kepada saya bagaimana mereka menghabiskan waktu berhari-hari di tempat penampungan tanpa makanan, dalam cuaca dingin, tidak bisa keluar sama sekali," kata Abdel-Hamid.
Abdel-Hamid kemudian menuturkan bahwa mayoritas para pengungsi masih bingung 'apakah mereka akan kembali ke negara itu atau tidak'.
"Banyak yang mengatakan mereka tidak tahu apakah mereka akan kembali," jelas Abdel-Hamid.
Baca juga: Deretan Negara yang Dukung, Tolak, dan Abstain dalam Resolusi PBB soal Invasi Rusia ke Ukraina
Sebelumnya, sebanyak lebih dari satu juta pengungsi telah meninggalkan Ukraina sejak Rusia menginvasi negara itu.
Pernyataan ini disampaikan Komisaris Tinggi Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) untuk Pengungsi, Filippo Grandi dalam cuitannya di Twitter.
"Hanya dalam tujuh hari, kami telah menyaksikan eksodus satu juta pengungsi dari Ukraina ke negara-negara tetangga," kata Grandi.
Melihat lonjakan pengungsi ini, ia pun mengimbau kepada Rusia untuk menghentikan serangannya ke Ukraina.
Sehingga bantuan kemanusiaan bisa masuk ke Ukraina dan membantu warga yang masih terjebak di negara itu.
"Bagi jutaan orang lainnya, di dalam Ukraina, sudah waktunya bagi senjata untuk diam, sehingga bantuan kemanusiaan yang menyelamatkan jiwa dapat diberikan," tegas Grandi.
Badan pengungsi PBB (UNHCR) pun turut menyampaikan bahwa sebelum angka pengungsi mencapai 1 juta, ada lebih dari 660.000 orang yang telah terlebih dahulu meninggalkan Ukraina.
"Lebih dari 660.000 orang, kebanyakan wanita dan anak-anak, telah meninggalkan Ukraina ke negara-negara tetangga sejak Rusia menginvasi," kata UNHCR.
Juru bicara UNHCR Shabia Mantoo mengatakan dalam jumpa pers di Jenewa, Swiss bahwa ada laporan tentang orang-orang yang menunggu hingga 60 jam untuk bisa memasuki Polandia.
Sementara antrean di perbatasan Rumania mencapai 20 km atau 12 mil.
Cerita Tentara Ukraina Ditelantarkan
Sebelumnya diberitakan TribunWow.com, Pemerintah Ukraina pada Jumat (25/2/2022) lalu menyatakan akan memberikan penghargaan secara anumerta kepada prajurit Ukraina yang telah gugur setelah bertahan melawan pasukan Rusia di Pulau Zmiinyi (Pulau Ular).
Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky sendiri telah menyampaikan akan memberikan penghargaan medali dan gelar pahlawan Ukraina kepada prajurit yang gugur di Pulau Ular.
Di sisi lain pada saat itu Kementerian Pertahanan Rusia menyatakan total 82 prajurit yang ada di Pulau Ular telah menyerah secara sukarela.
Baca juga: Statement Kontroversial Media Barat Bandingkan Ras Pengungsi Ukraina dengan Arab hingga Afrika
Baca juga: Adu Klaim Rusia Vs Ukraina, Putin Sewa Pembunuh Bayaran hingga Ukraina Manfaatkan Napi Pembunuh
Kini muncul video sejumlah prajurit Ukraina menyampaikan kekecewaannya terhadap pemerintah mereka karena mereka merasa dianggap sudah mati dan ditinggal begitu saja.
Video ini ditampilkan dalam kanal YouTube RT, Selasa (1/3/2022).
Prajurit pertama yang berbicara adalah Komandan unit pasukan marinir Ruslan Murenko.
"Dia (Zelensky) bahkan tidak tahu ada infantri angkatan laut di Pulau Zmiinyi (Pulau Ular)," kata Murenko.
"Mereka mengubur kita, jadi saya duga selama ini memang itu rencananya, untuk mengubur kita," sambungnya.
Kemudian prajurit kedua yang berbicara adalah Komandan baterai mortir batalion marinir Alexander Molotokov,
Molotokov menyoroti bagaimana pemerintah Ukraina telah memberikan gelar dan medali secara anumerta kepada para prajurit di Pulau Ular.
Padahal dirinya dan para prajurit lainnya masih hidup.
Molotokov menyebut, pemerintah Ukraina sudah berjanji akan melakukan evakuasi namun tidak dilakukan.
"Saya melihat mereka 'mengubur' kita meskipun kita masih hidup," kata Molotokov.
"Lalu mereka memberikan penghargaan medali kepada kita, anumerta. Kita tidak mau medali mu."
"Saya tidak dapat berkata-kata, dan untuk pemerintah kita... dapat dikatakan mereka adalah orang-orang jahat."
"Kita ditelantarkan, tidak ada bantuan."
"Mereka berjanji untuk mengevakuasi kita, dan ada kesempatan untuk mengevakuasi namun mereka tidak."
"Saya rasa bagi para petinggi kehilangan 82 prajurit bukanlah hal besar," pungkasnya.
Simak videonya:
Berita terkait Konflik Rusia Vs Ukraina
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Pengungsi Ukraina Curhat Habiskan Berhari-hari Tanpa Makanan dan Kedinginan