Terkini Nasional

Minta Polisi Buka-bukaan, Pengamat Sebut Ada Perlakuan Berbeda antara Arteria Dahlan dan Edy Mulyadi

Penulis: anung aulia malik
Editor: Elfan Fajar Nugroho
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Foto kiri: Anggota Komisi III DPR RI Arteria Dahlan, foto kanan: Edy Mulyadi memenuhi pemeriksaan polisi atas dugaan kasus ujaran kebencian di Bareskrim Polri, Jakarta, Senin (31/1/2022).

Minta Polisi Terbuka

Pihak kepolisian telah membantah alasan mangkirnya Edy Mulyadi ketika dipanggil terkait kasus penghinaan terhadap Kalimantan.

Jamiluddin menyebut, polisi lebih cepat menangani kasus Edy dibandingkan Arteria.

Kini Jamiluddin meminta agar kasus Arteria turut diusut hingga tuntas agar adil.

"Jadi, demi tegaknya hukum, sepatutnya kasus Arteria Dahlan juga segera diproses polisi. Dengan begitu, masyarakat tidak melihat adanya perlakukan hukum yang berbeda terhadap setiap warga negara," ujar Jamiluddin, Senin (31/1/2022).

Jamiluddin meminta pihak kepolisian terbuka apakah sudah pernah meminta izin ke Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) untuk memeriksa Arteria.

"Masalahnya, apakah polisi memang sudah mengajukan permohonan ke Presiden untuk memproses kasus Arteria Dahlan? Untuk itu, polisi perlu terbuka ke masyarakat agar tidak muncul penilaian liar yang merugikan lembaga kepolisian," jelas Jamiluddin.

Polisi Bantah Sengaja Incar Edy Mulyadi

Pihak kepolisian menegaskan bahwa penetapan tersangka penahanan Edy Mulyadi dilakukan secara objektif dan profesional. 

Polisi, membantah pernyataan yang mengatakan bahwa penahanan Edy Mulyadi bersifat politis.

"Sekali lagi, penyidikan ini dilakukan secara objektif, proporsional dan profesional," kata Karo Penmas Divisi Humas Mabes Polri Ahmad Ramadhan di Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, DKI Jakarta, Senin (31/1/2022), dikutip dari Tribunnews.com.

Ramadhan juga mengatakan bahwa penetapan tersangka Edy Mulyadi tidak terburu-buru. 

Sejauh ini, pihak kepolisian menyebut sudah memeriksa 55 saksi terkait kasus ujaran kebencian Edy Mulyadi. 

"Pemeriksaan saksi dengan jumlah 55 orang terdiri dari 37 saksi dan 18 ahli. Saksi ahli terdiri dari saksi ahli bahasa, saksi ahli sosiologi hukum, saksi ahli pidana, ahli ITE, analisis medsos, digital forensik dan antropologi hukum," kata Ramadhan.

Edy Mulyadi resmi ditetapkan sebagai tersangka setelah enam jam diperiksa oleh kepolisian. 

Polisi, menjerat Edy Mulyadi dengan pasal ujaran kebencian yang berkaitan dengan suku, agama, ras, dan antar kelompok (SARA). 

"Setelah itu penyidik melakukan gelar perkara, hasil dari gelar perkara, penyidik menetapkan status dari saksi menjadi tersangka," katanya.

Kemudian, Edy Mulyadi langsung ditangkap dan diamankan di tempat yang sama. 

"Untuk kepentingan perkara dimaksud, terhadap tersangka EM, penyidik melakukan penangkapan dan penahan," ujarnya. 

Adapun, pasal-pasal yang disangkakan kepada Edy Mulyadi adalah pasal ujaran kebencian dan pasal berita bohong atau hoaks. 

Diantaranya pasal 45 A Ayat 2, jo Pasal 28 Ayat 2 UU ITE terkait ujaran kebencian.

Kemudian, Pasal 14 ayat 1 dan ayat 2 Jo pasal 15 UU No 1 Tahun 1946 Tentang Peraturan Hukum Pidana Jo Pasal 156 KUHP terkait berita bohong.

"Ancaman masing-masing pasal ada, tapi ancamannya 10 tahun,"

Edy Mulyadi Merasa Diincar karena Kritis

Sesaat sebelum menjalani pemeriksaan, Edy Mulyadi menyampaikan bahwa dirinya sudah memiliki firasat bakal langsung ditahan. 

Bahkan Edy Mulyadi turut serta membawa pakaian untuk semasa di dalam tahanan. 

Pakaian itu ditaruh di kantong berwarna kuning dan ditunjukkan kepada awak media di lokasi. 

"Persiapan saya bawa ini. Saya bawa pakaian dan karena saya sadar betul karena teman-teman saya yang luar biasa ini sadar betul bahwa saya dibidik," ujar Edy di Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Senin (31/1/2022).

Dirinya merasa bahwa alasan dia dibidik oleh pihak kepolisian adalah karena alasan politis dan bukan semata kasus ujaran kebencian.

Hal itu, kata dia, juga merupakan pendapat dari teman-temannya yang menjadi kuasa hukumnya. 

"Saya menduga dan teman-teman lawyer yang luar biasa ini menduga akan ditahan. Tapi bukan karena dua hal tadi. Sejatinya sesungguhnya bobot politisnya jauh-jauh lebih besar dari persoalan hukumnya," jelas Edy. 

"Saya dibidik bukan karena ucapan bukan karena tempat jin buang anak. Saya dibidik bukan karena macan yang mengeong. Saya dibidik karena saya terkenal kritis," jelas Edy.

Di sisi lain, Edy Mulyadi menegaskan bahwa dirinya tetap menolak adanya Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara. 

Ada sejumlah hal yang mendasarinya termasuk potensi masalah pembiayaan. 

Edy Mulyadi bahkan menyebut dirinya bukan menghina Kalimantan melainkan sedang memperjuangkan Kalimantan. 

"Saya tetap menolak IKN karena IKN banyak kajian yang penting soal tidak tepat waktunya duit yang segitu banyaknya harusnya buat menyejahterakan rakyat."

"Buat pembangunan ekonomi nasional, buat memompa ekonomi dalam negeri, bukan untuk membangun yang coba ingat yah yang kita kemarin baru baca bank dunia menegur Bank Indonesia tidak boleh lagi beli surat utang."

"Ini artinya pembiayaan IKN nanti akan kembali bermasalah dan potensi mangkraknya luar biasa gedenya," ujar Edy.

"IKN ini akan memperparah ekologi di Kalimantan yang sekarang sudah rusak tambah rusak dengan konsesi tanah yang dimiliki oleh para oligarki itu mereka nanti akan dapat kompensasi dari lahan-lahan yang mereka punya."

"Udah gitu mereka akan dibebaskan dari kewajiban merehabilitasi lahan-lahan yang mereka rusak bekas galian tambang yang anak anak banyak yang tenggelam," beber Edy. (Tribunwow.com/Afzal Nur Iman)

Baca Artikel Terkait Lainnya

Artikel ini dioalah dari Tribunnews.com yang berjudul Polri Bantah Sengaja Bidik Edy Mulyadi Karena Kritis di Sosial Media, Edy Mulyadi Langsung Ditahan karena Dikhawatirkan Kabur dan Hilangkan Barang Bukti, Penuhi Panggilan Polisi, Edy Mulyadi Tegaskan Tetap Tolak Pemindahan IKN, Bandingkan Penanganan Kasus Edy Mulyadi dan Arteria Dahlan, Polisi Diminta Tidak Diskriminatif dan FAKTA Edy Mulyadi Penuhi Panggilan Polisi, Merasa Bakal Ditahan hingga Tegaskan Tolak IKN

Halaman