Terkini Daerah

Gara-gara Viral, Banyak Orang Lacak Identitas Santriwati Korban Rudapaksa Guru

Penulis: anung aulia malik
Editor: Atri Wahyu Mukti
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

HW (36), guru di Bandung yang merudapaksa 13 santriwatinya hingga melahirkan 9 bayi. Terbaru, gara-gara masifnya pemberitaan, santriwati korban rudapaksa kembali merasa tertekan.

TRIBUNWOW.COM - Sudah terjadi sejak lama, kasus guru berinisial HW (36) merudapaksa 13 santriwati baru pada Desember 2021 ini viral di media sosial (medsos) dan menjadi sorotan publik.

Istri dari Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil yakni Atalia Praratya diketahui sudah lama bertindak cepat menangani kasus ini.

Atalia kemudian menegaskan dirinya tidak pernah sengaja menutup-nutupi kasus ini dari publik.

Bunda Forum Anak Daerah (FAD) Provinsi Jawa Barat (Jabar) Atalia Praratya yang juga istri Gubernur Jabar Ridwan Kamil. (Kompas.com/Dok Humas Pemerintah Provinsi Jawa Barat)

Baca juga: Ketua P2TPA Garut Ungkap Santriwati Korban HW Diasingkan ke Ruang Khusus saat Hamil: Merinding Saya

Baca juga: Pakar Soroti Tanggungjawab HW, Ungkap Nasib Anak yang Dilahirkan Santriwati Korban Rudapaksa

Kendati demikian, Atalia memang mengakui dirinya tidak mengekspose kasus ini kepada publik.

Dikutip dari TribunJabar.id, Atalia menyatakan yang menjadi prioritas saat ini adalah menangani para korban dan keluarga korban.

"Saya tidak menutupi kasus ini dari media maupun publik. Tidak mengekspos bukan berarti menutupi," ujar Atalia.

Lewat unggahan Instagramnya, Senin (13/12/2021), Atalia bercerita mulai dari pendampingan hingga trauma healing sudah dilakukan sejak lama sebelum kasus ini viral.

Atalia lalu mengutarakan efek negatif dari viralnya pemberitaan mengenai kasus ini.

Ia menyoroti bagaimana ada pihak yang melacak identitas hingga menggali cerita dari korban dan keluarga korban.

Menurut Atalia, masifnya pemberitaan menyebabkan psikologi para santriwati menjadi terguncang.

"Dinamika yang berkembang saat ini, dengan gencarnya pemberitaan di media massa dan media sosial seperti yang kami khawatirkan, patut disayangkan, karena tiba-tiba ada banyak pihak yang berusaha mencari identitas dan mendekati para korban/orangtuanya untuk menggali cerita mereka, mengusik kembali hidup mereka," jelas Atalia.

Atalia lalu meminta agar masyarakat menahan diri menggali informasi karena dapat berdampak buruk kepada korban dan keluarga korban.

"Kita perlu perhatikan kondisi psikologis para korban dan orangtua mereka. Ada 5 korban yang belum sekolah dan 3 korban dikeluarkan dari sekolah karena diketahui telah memiliki anak."

"Kondisi mereka yang awalnya sudah mulai menerima keadaan, kini kembali cemas dan trauma. Bahkan ada yang ingin keluar dari sekolah dan pindah dari kampung halamannya," kata Atalia.

Pelaku Curhat untuk Pengaruhi Korban

Sempat disebut ada 21 santriwati korban rudapaksa, diketahui hanya ada 13 yang menjadi korban dan sisanya adalah saksi.

Para korban mengalami tindakan rudapaksa dari guru mereka HW (36) di sebuah yayasan di Kota Bandung, Jawa Barat selama bertahun-tahun dan baru terungkap pada bulan Mei 2021.

Setelah dilakukan pendamingan kepada para korban, terungkap cara-cara licik yang dilakukan oleh tersangka untuk memperdaya para santriwati.

Informasi ini diungkap oleh Ketua Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P22TP2A) Kabupaten Garut, Diah Kurniasari Gunawan dalam acara Apa Kabar Indonesia Pagi tvOne, Sabtu (11/12/2021).

Diah bercerita, ketika menjemput para korban, ia menemukan ada beberapa wanita yang sudah melahirkan anak dari tersangka.

"Waktu itu kami jemput ada lima anak balita dan tiga wanita hamil," ujar dia.

Dalam melakukan aksinya, tersangka diketahui selalu mempengaruhi korban lewat bujukan hingga doktrin bahwa murid harus patuh kepada guru.

"Jadi awalnya dia (tersangka) suka curhat bahwa istrinya tidak melayani dengan baik," ujar Diah.

Diah menyampaikan, tipu daya tersangka bisa memengaruhi korban lantaran semua korban masih di bawah umur.

Diah bercerita, tersangka bertahun-tahun melakukan ancaman terhadap para santriwatinya.

Saking seringnya ditekan oleh tersangka, para santriwati merasa terbiasa dengan ancaman dari tersangka.

“Orangtua tidak diberi kebebasan menengok anak-anak, anak-anak juga tidak bebas pulang, paling kalau mau Lebaran, hanya 3 hari, itu pun diancam dilarang melapor pada orangtuanya,” ujar Diah.

Diah mengetahui persis bagaimana kehidupan para korban karena dirinya terjun langsung melakukan pendampingan.

Ia bercerita, para korban kompak saling membantu satu sama lain.

Mereka membagi tugas mulai dari memasak, mencuci hingga menjaga anak hasil rudapaksa tersangka.

Mirisnya, para korban bergantian mengantar jika ada santriwati yang hendak melahirkan.

Para korban bahkan menutupi fakta bahwa anak mereka adalah hasil tindakan asusila tersangka.

"Ada yang mau melahirkan, diantar oleh mereka sendiri. Saat ditanya mana suaminya, alasannya suaminya kerja di luar kota. Jadi begitu selesai melahirkan, bayar langsung pulang, tidak urus surat-surat anaknya," kata Diah. (TribunWow.com/Anung)

Baca Artikel Terkait Lainnya

Sebagian artikel ini telah tayang di TribunJabar.id dengan judul Bantah Tutupi Kasus Herry Wirawan, Atalia Praratya: Fokus pada Solusi Bukan Sensasi