"Lalu, kami berjalan lagi hingga ke Dusun sebelah, Dusun Gunung Sawur sekira 7 kilometer. Napas sudah ngos-ngosan. Selama dua jam, kami mengamankan diri di rumah warga Dusun Gunung Sawur."
"Setelah itu, kami dievakuasi menggunakan pick up ke Desa Sumbermujur," sambungnya.
38 orang asal Desa Curah Kobokan dikabarkan mengalami luka bakar akibat erupsi Gunung Semeru.
Bahkan, ada seorang janda bernama Mak Um (50) tewas akibat terkena awan panas guguran Semeru.
Baca juga: UPDATE Dampak Erupsi Gunung Semeru, Kendala Evakuasi Warga hingga 10 Penambang Pasir Diduga Terjebak
Rupanya, banyaknya korban berjatuhan karena kesiapan pemerintah mengantisipasi bencana alam masih sangat kurang. Keberadaan Early Warning System (EWS) selama ini tidak ada di Desa Curah Kobokan. Padahal alat itu penting untuk mendeteksi peringatan dini bencana.
"Alarm (EWS) gak ada, hanya sismometer di daerah Dusun Kamar A. Itu untuk memantau pergerakan air dari atas agar bisa disampaikan ke penambang di bawah," kata Joko Sambang, Kepala Bidang kedaruratan dan Rekonstruksi Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Lumajang.
"Info detail yang saya dapat sebelum kejadian, Gunung Semeru tertutup kabut. Tapi dari kamera CCTV pos pantau (Gunung Sawur) terlihat kepulan namun tidak terekam getaran."
Minimnya peringatan dan edukasi soal bahaya lava panas juga diduga menjadi penyebab korban tak menyelamatkan diri.
"Waktu APG turun banyak yang lihat di sungai, mungkin mereka tidak membayangkan sebesar itu. Memang biasanya waktu banjir orang-orang lihat terus divideo," tandasnya. (TribunWow.com)
Baca artikel lain terkait
Artikel ini telah diolah dari TribunJatim.com dengan judul Tak Ada Alarm EWS Bikin Erupsi Gunung Semeru Tak Terdeteksi Sejak Dini, Sebabkan Banyak Korban, dan Cerita Warga Soal Detik-detik Gunung Semeru Erupsi, Gedor Pintu Kamar Cucu: Nafas Sudah Ngos-ngosan