Kepala Departemen Kebudayaan Provinsi Kandahar, Maulvi Noor Mohammad Saeed, mengatakan bahwa "produksi opium adalah haram dan buruk bagi manusia".
Tetapi, pelarangan produksi itu akan tergantung pada bantuan yang diterima oleh Afghanistan.
"Jika masyarakat internasional siap membantu para petani untuk tidak menanam opium, maka kami akan melarang opium,” katanya.
Sebelumnya, sekitar 3.000 kilogram narkotika dari Afghanistan diselundupkan ke Gujarat, India, dikutip dari India Today, Rabu (22/9/2021).
Direktorat Intelijen Pendapatan India menyita kiriman obat-obatan terlarang dalam jumlah besar pada 17 September.
Mereka menangkap tujuh orang, termasuk empat warga negara Afghanistan.
Penyitaan ini menimbulkan pertanyaan apakah Taliban pernah serius untuk menghilangkan sumber pendapatan dan pendanaan terbesar mereka, sebagaimana yang diungkapkan juru bicaranya, Zabihullah Mujahid.
Afghanistan mengendalikan 80 hingga 90 persen pasokan opium dan heroin di dunia, menurut Kantor PBB untuk Urusan Narkoba dan Kejahatan (UNODC).
Terdapat sekitar 60 ribu hektar lahan di Afghanistan digunakan untuk menanam bunga opium pada 1990-an.
Jumlah itu meningkat lebih dari empat kali lipat setelah tahun 2017.
Taliban, sesuai laporan SIGAR, menghasilkan 60 persen dari total pendapatan tahunannya melalui perdagangan narkoba.
Ekspor opium dan heroin tahunan berkisar antara Rp 21 triliun hingga Rp 42 triliun.
Para ahli percaya janji Taliban untuk melarang produksi narkotika, hanya untuk mengamankan dukungan dari negara-negara barat.
Sementara, mereka mungkin tidak pernah menutup bisnis tersebut, sebagai sumber pendapatan terbesar Taliban yang dapat digunakan untuk bertahan hidup hingga membeli persenjataan. (TribunWow.com/Alma Dyani P)
Berita terkait Konflik di Afghanistan lain