TRIBUNWOW.COM - Mitos yang menyebut mengonsumsi micin bisa membuat bodoh ternyata tidak hanya beredar di Indonesia.
Sebagian besar negara di mana micin populer, mungkin juga mengetahui mitos tersebut.
Micin memiliki nama resmi monosodium glutamat (MSG) yang merupakan garam natrium dari asam amino umum asam glutamat.
Baca juga: Keseringan Main Gadget saat Isoman Covid-19? Coba Konsumsi 6 Makanan Ini untuk Jaga Kesehatan Mata
Baca juga: Baiknya Hindari Konsumsi Ini saat Isolasi Mandiri Covid-19, Ini 6 Makanan yang Bisa Picu Peradangan
Melansir Healthline, pada tahun 1908, seorang profesor asal Jepang bernama Kikunae Ikeda menciptakan micin pertama kali dengan mengekstrak glutamat dari kaldu rumput laut.
Dari situ diketahui bahwa micin atau MSG memberikan rasa gurih pada sup.
Profesor Ikeda kemudian mengajukan paten untuk memproduksi MSG dan produksi komersial dimulai pada tahun berikutnya.
Saat ini, alih-alih mengekstraksi dan mengkristalkan MSG dari kaldu rumput laut, MSG diproduksi dengan fermentasi pati, bit gula, tebu atau tetes tebu.
Proses fermentasi ini mirip dengan yang digunakan untuk membuat yogurt, cuka, dan anggur.
Baca juga: Jaga Kesehatan Paru-paru saat Terinfeksi Covid-19, Coba 10 Makanan Ini saat Isolasi Mandiri
Mitos Tentang Micin
Presenter Najwa Shihab mengunggah video yang menjelaskan dari mana mitos tentang micin yang berdampak buruk bagi kesehatan muncul.
Dalam akun Instagramnya @najwashihab, pada Sabtu (21/8/2021), diterangkan bahwa mitos terkait efek buruk micin justru terjadi sekitar tahun 1950 dan terjadi di Amerika Serikat.
Hal itu terjadi setelah pemberitaan tentang dokter Ho Man Kwok yang mengalami kebas di belakang, lemas, dan jantung berdebar setelah makan di restoran China, di mana identik dengan micin.
"Dokter Ho bilang itu China Restaurant Syndrome," kata narator video tersebut.
Bahkan MSG sempat disebut-sebut sebagai racun di Amerika dan dihilangkan dari diet makanan sehat di Amerika.
Hal itu kemudian berdampak pada banyak restauran China di Amerika, dan banyak yang menuliskan 'No MSG' pada promosinya.
Selain itu, penelitian dari dr. John Olney di Amerika Serikat juga banyak melakukan penelitian terkait MSG dengan cara menyuntikkannya kepada hewan.
Penelitian tersebut menyebutkan jika MSG bisa menyebabkan kerusakan otak, obesitas, dan gangguan perilaku.
"Tikus diinjeksi kepalanya dengan dosis MSG dalam jumlah banyak, yang kalau dikonfersi ke manusia itu sama dengan mungkin beberapa ratus gram."
"Manusia tidak mungkin mengonsumsi sebesar itu, karena dia diregulasi sebagai penambah rasa dan bersifat self limiting."
"Karena itu tidak ada aturan penggunaan, maka silakan gunakan secukupnya," kata Guru Besar Keamanan Pangandan Gizi Institut Pertanian Bogor (IPB), Ahmad Sulaeman.
Video tersebut kemudian viral di media sosial, dalam waktu sekitar 2 jam, video tersebut mendapat lebih dari 630 ribu tayangan dan 54 ribu like.
Aman bagi Kesehatan
Berdasarkan Healthline, pola makan menggunakan micin atau MSG seharusnya memiliki sedikit atau tidak berpengaruh pada otak, karena tidak dapat melewati sawar darah-otak dalam jumlah besar.
Secara keseluruhan, tidak ada bukti kuat bahwa MSG bertindak sebagai eksitotoksin bila dikonsumsi dalam jumlah normal.
Dosis ambang yang menyebabkan gejala tampaknya sekitar 3 gram per makanan hingga 5 gram.
Namun, perlu diingat bahwa 3 gram adalah dosis yang sangat tinggi, sekitar enam kali lipat dari asupan harian rata-rata di AS.
Selain itu, otoritas di AS yang mengatur soal obat dan makanan (FDA) menganggap penambahan MSG ke makanan sebagai hal yang umum dan aman.
Meskipun banyak orang mengidentifikasi diri mereka sensitif terhadap micin, dalam penelitian dengan individu yang diberi MSG atau plasebo, para ilmuwan belum mampu secara konsisten memicu reaksi.
Tetapi FDA mengharuskan makanan yang mengandung tambahan micin mencantumkannya di panel bahan pada kemasan sebagai monosodium glutamat.
Namun, MSG terjadi secara alami dalam bahan-bahan seperti protein nabati terhidrolisis, ragi terautolisis, ragi terhidrolisis, ekstrak ragi, ekstrak kedelai, dan isolat protein, serta dalam tomat dan keju.
Efek Samping
Selama bertahun-tahun, FDA telah menerima laporan gejala seperti sakit kepala dan mual setelah makan makanan yang mengandung micin.
Namun, tidak pernah dipastikan bahwa MSG menyebabkan efek yang dilaporkan.
Laporan efek samping ini membantu memicu FDA untuk meminta kelompok ilmiah independen Federation of American Societies for Experimental Biology (FASEB) untuk memeriksa keamanan MSG pada tahun 1990-an.
Laporan FASEB menyimpulkan bahwa MSG aman.
Laporan FASEB juga beberapa gejala jangka pendek, sementara, dan umumnya ringan, seperti sakit kepala, mati rasa, kemerahan pada kulit, kesemutan, jantung berdebar, dan kantuk.
Tetapi itu hanya mungkin terjadi pada beberapa individu sensitif dan mengonsumsi 3 gram atau lebih MSG tanpa makanan.
Dijelaskan juga jika porsi makanan dengan tambahan micin biasanya mengandung kurang dari 0,5 gram MSG.
Akan tidak masuk akal jika seseorang mengonsumsi tiga gram micin tanpa makanan. (Tribunwow.com/Afzal Nur Iman)
Baca Artikel Terkait MSG Lainnya