Dilansir TribunWow.com, dr. Lois tak percaya Covid-19 lantaran yakin adanya korban tak lain karena interaksi obat, bukan karena virus.
Selain itu, ia juga menggiring narasi bahwa pengetesan Covid-19 menggunakan metode rapid atau PCR tidaklah tepat.
“Dengan teknik di swab, swab kan mengusap sel mukosa (selaput lendir), nah itu tidak akan mungkin kalau ketemu virus,” kata dokter Louis dikutip dari YouTube Babeh Aldo, Senin (12/7/2021).
“Kemudian diawal pandemi kan saya mlihat alat Rapid Test, Rapid kan maksudnya melihat dari darah. Kalau darah, enggak mungkin bisa ketemu virus. berarti kan cuma masalah faktor imunitas,” tambahnya.
Ia menegaskan, rapid tes yang kini dinyatakan tidak akurat telah membuktikan bahwa yang dideteksi bukanlah virus.
“Waktu pertama kali itu bulan Maret pakai rapid test ini itu kan sempat beberapa bulan, kalau pakai alat ini dinyatakan tidak akurat berarti kan bukan virus. Logikanya berapa bulan pak itu pakai," ujar dr. Lois.
"Kan ini aneh, pandemi yang lucu-lucuan, orang sehat dikejar-kejar, diurusin dicari-cari pakai alat. Begitu alat bilang, positif atau reaktif, anda terpapar virus,” cetusnya.
“Tapi orang yang sakit di rumah sakit harus ditelantarkan, harus tunggu dulu apa kata alat pak. Dimana otaknya,” katanya sambil tersenyum.
Baca juga: Dokter Lois Ngotot Tak Percaya Covid-19, Sebut Pasien Meninggal karena Interaksi Obat, Ini Kata Ahli
Secara singkat, dr. Lois tak percaya Covid-19 lantaran sangat ditentukan oleh alat tes yang menurutnya tak tepat.
Lebih lanjut, ia mengklaim bahwa penderita asidosis laktat akan selalu positif Covid-19 saat dites menggunakan mesin PCR.
Dengan kata lain juga mengatakan hasil Rapid/PRC test akan reaktif jika darah mengalami asidosis.
“Alat ini pak, Rapid Test kemudian PCR itu bisa positif kan kalau asidosis laktat. Sementara obat yang diberikan kontra terhadap hasil alat yang positif," ujar dr. Lois.
"Jadi sudah alat salah deteksi, dianjurkan pun obat yang salah. Makanya jadi bergejala keracunan obat, nah ini baru yang dinamakan virus."
"Jadi sebenarnya begini, tingkat kematian di semua rumah sakit, sejak zaman dahulu kala sampai sekarang covid karena interaksi antar obat, bukan karena covidnya. Ini membuka kedok pengobatan berpuluh tahun. Bukan saja saat masalah saat pandemi ini ya,” tegasnya. (TribunWow.com/Rilo)