Penembakan Terus Menerus
Ko Bo Kyi, sekretaris gabungan kelompok hak asasi Tahanan Politik Asosiasi Bantuan Myanmar, sebelumnya mengatakan militer menewaskan sedikitnya 18 orang.
Namun jumlah korban meningkat pada penghujung hari.
Di kota utama Yangon, saksi mata mengatakan sedikitnya delapan orang tewas, tujuh diantaranya ketika pasukan keamanan melepaskan tembakan beruntun di sebuah lingkungan di utara kota pada sore hari.
"Saya mendengar begitu banyak tembakan terus menerus. Saya berbaring di tanah, mereka banyak menembak," kata pengunjuk rasa Kaung Pyae Sone Tun, (23 tahun) kepada Reuters.
Di Washington, juru bicara Departemen Luar Negeri AS Ned Price mengatakan Amerika Serikat (AS) "terkejut" dengan meningkatnya kekerasan.
“Pemerintahan Presiden AS Joe Biden sedang mengevaluasi langkah-langkah yang tepat untuk menanggapi dan tindakan apa pun akan ditargetkan pada militer Myanmar,” tambahnya.
“Amerika Serikat telah menyampaikan kepada China untuk memainkan peran konstruktif di Myanmar,” kata juru bicara itu.
Baca juga: Situasi Myanmar Memanas hingga Kedubes RI Digeruduk Pendemo, Sorot Usul Menlu Retno Marsudi
Uni Eropa mengatakan penembakan terhadap warga sipil tak bersenjata dan pekerja medis jelas melanggar hukum internasional.
Militer juga disebut meningkatkan penindasan terhadap media, dengan semakin banyak jurnalis yang ditangkap dan didakwa.
Di Monywa, enam orang tewas, Monywa Gazette melaporkan.
Yang lainnya tewas di kota terbesar kedua Mandalay, kota utara Hpakant dan pusat kota Myingyan.
Save the Children mengatakan dalam sebuah pernyataan, empat anak termasuk di antara yang tewas, termasuk seorang bocah lelaki berusia 14 tahun yang dilaporkan Radio Free Asia ditembak mati oleh seorang tentara dalam konvoi truk militer yang lewat.
Tentara memasukkan tubuhnya ke truk dan meninggalkan tempat kejadian, menurut laporan itu.
ASEAN Gagal Membuat Terobosan?