TRIBUNWOW.COM - Mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah, Din Syamsuddin mengungkapkan perbandingan antara Front Persatuan Islam (FPI) dengan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI).
Dilansir TribunWow.com, Din Syamsuddin menyebut bahwa FPI berbeda dengan HTI.
Hal itu disampaikannya dalam kanal YouTube Karni Ilyas Club, Minggu (21/2/2021).
Baca juga: Din Syamsuddin Bantah Pernah Usul Makzulkan Presiden, Karni Ilyas: Bukan ke Presiden yang Berkuasa?
Baca juga: Soal Jokowi Minta Dikritik, Din Syamsuddin Sebut Hanya Basa-basi: Bebaskan Para Intelektual Kritis
Dalam kesempatan itu, Din Syamsuddin mengaku begitu paham dengan kondisi organisasi masyarakat (Ormas) di Indonesia, khususnya ormas Islam.
Selain karena sebagai seorang pengamat sosial keagamaan, Din Syamsuddin diketahui sudah lama di Muhammadiyah, termasuk menjabat sebagai Ketua Umum PP Muhammadiyah.
Terlebih ia mengaku pernah mendapat amanat sebagai Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI), Ketua Dewan Pertimbangan MUI yang menghimpun seluruh ormas Islam.
Menurutnya, tidak ada salahnya siapapun untuk mendirikan organisasi Islam.
Ia hanya mengingatkan pentingnya sebuah ormas Islam.
"Kita terapkan dan saya imbau semuanya untuk menjadikan ormas Islam sebagai tenda besar," ujar Din Syamsuddin.
"Maka harus mengayomi seluruhnya, baik yang bersetuju dengan kita maupun yang tidak setuju," imbuhnya.
"Selama mereka tidak melakukan kekerasan. Kekerasan adalah batasan."
Baca juga: Din Syamsuddin Beberkan Didekati Petinggi MWA ITB: Ternyata Beliau Gencar Minta Saya Mundur
Terkait FPI yang belum lama ini dibubarkan oleh pemerintah, Din Syamsuddin menilai secara tujuan tidak memiliki ke arah radikal, seperti misalnya untuk menggantikan dasar negara.
"Maka seperti FPI, termasuk yang terakhir, mereka tidak punya cita-cita untuk menggantikan dasar negara," kata Din Syamsuddin.
"Tetapi radikal secara moral. Sangat sensitif terhadap imoralitas," imbuhnya.
Presidium Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) itu menilai FPI belakangan ini sudah berubah tidak seperti awal-awal dulu.
"Tetapi kadang kala dulu-dulu pendekatannya sweaping, saya tidak setuju itu. Tetapi terakhir bahkan terlibat dalam aksi-aksi kemanusiaan, Pilkada, gempa bumi dan sebagainya," ungkapnya.
Sedangkan untuk HTI, Din Syamsuddin menyebut jelas sebagai radikal.
"Kalau HTI memang mengusung konsep khilafah untuk menjadi sistem. Ini memang berbeda dengan FPI," ucap Din Syamsuddin.
"Saya katakan pada mereka janganlah negara bangsa yang kita sepakati ini untuk kita ubah," pungkasnya.
Simak videonya mulai menit ke- 33.25
Jawab Tudingan Radikal
Dalam kesempatan sama, Din Syamsuddin memberikan tanggapan terkait tudingan radikal kepada dirinya.
Dilansir TribunWow.com, Din Syamsuddin mengaku sudah tidak kaget atas tudingan-tudingan miring kepadanya, termasuk dicap sebagai radikal.
Din Syamsuddin juga menegaskan tidak terlalu pusing menanggapi tudingan tersebut.
Baca juga: Din Syamsuddin Dituding Radikal, Jusuf Kalla Justru Beri Pujian: Lebih Hebat daripada Menlu
Baca juga: Din Syamsuddin Dilaporkan GAR ITB dengan Tudingan Radikal, Pengamat: Yang Lapor Mestinya Malu
"Sangat tidak kaget, terutama karena saya menyakini apa yang dituduhkan itu tidak faktual," ujar Din Syamsuddin.
"Itu bukan jati diri atau watak saya untuk bertindak radikal," imbuhnya.
Dirinya mengatakan bahwa tudingan tersebut jelas tidak ada dasarnya dan menurutnya justru sangat berkebalikan.
Ia lantas menceritakan kegiatan yang dilakukan selama ini, yang sama sekali tidak menggambarkan sebagai seorang radikal.
"Apalagi kegiatan saya selama ini adalah kebalikan dari radikal, walaupun saya tidak setuju dengan deradikalisasi," jelas dia.
"Kami terlibat dan sebagai Presiden Conference of Religion for Peace atau Konferensi Asia Agama untuk Perdamaian."
"Kami meluncurkan satu gerakan sejak 2012, countering violent extremism. Jadi meng-counter ekstremitas yang menampilkan kekerasan," terangnya.
Baca juga: Jokowi Diminta Beri Jaminan untuk Din Syamsuddin karena Telah Dilaporkan: Belum Masuk Mengritik
Lebih lanjut, terlepas dari itu, Din Syamsuddin menyebut bahwa istilah radikal sebenarnya tidak hanya memiliki arti negatif.
Hanya saja menurutnya, belakangan ini kata radikal konotasinya lebih banyak ke negatif.
"Kan radikal itu punya arti positif, radiks itu akar," kata Din Syamsuddin.
"Beragama harus radikal. Artinya berpegang pada akar agama, dalam bernegara juga harus radikal, berpegang pada dasar negara," paparnya.
"Cuman sekarang agak distorsi."
Kembali soal tudingan serta pelaporan oleh Gerakan Anti Radikalisme (GAR) Alumni Institut Teknologi Bandung (ITB), Din Syamsuddin menyebut bukan baru-baru ini terjadi.
Melainkan sudah setahun yang lalu.
"Ini sebenarnya bukan baru, ini sudah sejak beberapa bulan lalu, bahkan setahun yang lalu," terangnya.
"Termasuk patut diduga merekalah yang memasang spanduk di Kampus ITB 'pecat Din Syamsuddin dari anggota MWA ITB karena radikal'," pungkasnya. (TribunWow/Elfan Fajar Nugroho)