TRIBUNWOW.COM - Epidemiolog Griffith University, Dicky Budiman, menjelaskan bahaya menolak vaksin bagi penanganan pandemi Covid-19 di Indonesia.
Dilansir TribunWow.com, hal itu ia sampaikan dalam Apa Kabar Indonesia di TvOne, Kamis (18/2/2021).
Mulanya, Dicky mengingatkan agar pemerintah bersikap persuasif dan menanamkan pemahaman akan pentingnya vaksin kepada masyarakat.
Baca juga: Rancang Vaksin Nusantara, Ini Penjelasan Eks Menkes Terawan, Klaim Ampuh Buat Kebal Covid-19
Ia juga menegaskan tidak perlu bersikap represif karena akan menimbulkan gelombang penolakan vaksin yang lebih besar.
"Kembali pada secara global, setelah 1970-an itu menyadari bahwa vaksinasi yang harus dibangun adalah vaksin literasi. Inilah yang harus kita bangun dengan strategi komunikasi," kata Dicky Budiman.
Menurut Dicky, proses pembuatan vaksin saat ini sangat aman jika dibandingkan vaksinasi yang dilakukan pada wabah-wabah yang pernah mendunia sebelumnya.
Maka dari itu, ia menilai pemerintah tidak perlu memaksakan penerimaan vaksin secara represif, hanya perlu mensosialisasikan keamanan vaksin tersebut.
"Vaksin saat ini sangat aman. Jauh lebih aman daripada era-era sebelum tahun 2000-an," singgung Dicky.
"Sangat aman dan punya efikasi yang memadai, sehingga tidak ada alasan sebetulnya melakukan mandatory (kewajiban)," jelasnya.
Baca juga: Beda dengan Jokowi, WHO Sebut Vaksin Covid-19 Tak Wajib, Minta Jangan Takut-takuti Masyarakat
Ia memberi contoh Amerika Serikat (AS) telah menghadapi kelompok yang gencar menolak vaksin Covid-19.
Menurut Dicky, hal ini dapat menjadi ancaman bagi kesehatan masyarakat internasional.
Apalagi di beberapa negara diperkirakan pandemi Covid-19 baru akan berakhir 10 tahun mendatang, termasuk di Indonesia.
Maka dari itu, Dicky menyarankan, pola pikir yang harus dibangun adalah program vaksinasi adalah bentuk dukungan menuntaskan pandemi Covid-19 secara global.
"Yang menjadi PR besar, bahkan White House sudah menempatkan bahwa penolakan (terhadap) vaksin, salah satunya ragu-ragu ini sebagai salah satu ancaman public health secara global di 2019, bahkan sampai 10 tahun ke depan," kata Dicky.
"Ini termasuk dalam vaksin Covid-19. Sekali lagi kita tidak bisa memisahkan strategi vaksinasi ini dengan strategi vaksin secara global," tandasnya.