Terkini Nasional

Banyak Reaksi Berlebihan atas Kritiknya ke Jokowi, JK: Tanya saja Tidak Boleh, Apalagi Mengkritik?

Penulis: Brigitta Winasis
Editor: Claudia Noventa
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) menilai pertanyaannya memang perlu diajukan, terkait cara mengkritik pemerintah agar tidak diperkarakan, Senin (15/2/2021).

TRIBUNWOW.COM - Mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) menilai pertanyaannya memang perlu diajukan, terkait cara mengkritik pemerintah agar tidak diperkarakan.

Dilansir TribunWow.com, sebelumnya dalam sebuah forum JK bertanya cara mengkritik agar tidak ditangkap.

Pertanyaan itu muncul setelah Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta masyarakat lebih aktif mengkritik.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta masyarakat aktif mengkritik pemerintah, disampaikan dalam acara Peluncuran Laporan Tahunan Ombudsman RI Tahun 2020, Senin (8/2/2021). (Capture YouTube Sekretariat Presiden)

Baca juga: Pernah Konferensi Pers Bareng, Fahri Hamzah Ngaku Kata-katanya Dicatut Jokowi: Persis Pandangan Saya

Jusuf Kalla menyebut pertanyaannya sudah diluruskan oleh Juru Bicara Presiden, Fadjroel Rachman.

"Saya berterima kasih sudah dijawab pemerintah melalui Juru Bicara (Presiden) Fadjroel," ucap Jusuf Kalla, dalam tayangan TvOne, Senin (15/2/2021).

Diketahui, Fadjroel Rachman telah menjelaskan kritik tetap diizinkan selama berada di jalur koridor hukum yang benar dan tidak mengandung fitnah.

Selanjutnya, Jusuf Kalla menilai pertanyaannya penting diajukan setelah Jokowi meminta kritik dari masyarakat.

Menurut JK, hal itu harus diketahui masyarakat agar dapat menyampaikan aspirasi dengan baik.

Ia beranggapan pertanyaannya penting bagi kedua belah pihak.

"Itu penting, sehingga masyarakat apalagi akademisi dan aktivis sudah tahu caranya yang dengan baik," terang Ketua Palang Merah Indonesia (PMI) ini.

"Jadi itu penting justru saya tanya itu agar pemerintah baik, masyarakat baik," lanjut dia.

Baca juga: Refly Harun Akui Takut Mengkritik, Staf Kemenkominfo: Sampai Sekarang Masih Sehat-sehat Saja

Setelah pertanyaannya dilontarkan dalam sebuah forum diskusi, banyak yang menyoroti dan menafsirkan makna pertanyaan JK.

Jusuf Kalla menilai banyak yang salah tafsir terhadap pertanyaannya.

"Jangan disalahartikan. Kalau bertanya saja tidak boleh, apalagi mengkritik?," singgung mantan Ketua Umum Golkar ini.

Ia justru mempertanyakan apakah benar pemerintah kini menerima kritik dari masyarakat, mengingat pertanyaannya saja memperoleh sorotan dari banyak pihak.

"Muncul di situ pengertiannya. Bertanya saja tidak boleh, dicurigai. Apalagi mengkritik?" sindir JK.

Jusuf Kalla mengecam pihak yang menyalahartikan maksud kritiknya.

Menurut dia, pertanyaan itu cukup sederhana dan tidak perlu ditanggapi berlebihan.

"Ini bodoh benar orang yang suka menafsirkan yang tidak-tidak suatu ucapan sederhana. 'Kan sederhana sekali, yaitu bagaimana caranya mengkritik tanpa dipanggil polisi," komentar JK.

"Itu betul-betul keluar dari hati saya untuk memberikan kebaikan kepada pemerintah dan memberikan kebaikan kepada masyarakat," tandasnya.

Lihat videonya mulai menit ke-1.30:

SBY Ceritakan pada Masa Jabatannya: Tiada Hari Tanpa Kritik

Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengungkapkan hubungan antara media dengan pemerintah.

Menurut SBY, pemerintah tidak bisa terlepaskan dari pemberitaan media.

Dikatakannya, hubungan antara media, khususnya pers dengan pemerintah adalah hate and love relations.

Ketua Umum Partai Demokrat, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menyampaikan pernyataannya soal hasil rekapitulasi Pemilu 2019, Rabu (22/5/2019). (Capture YouTube Demokrat TV)

Baca juga: Sebut Ucapan Jokowi Hipokrisi, Deklarator KAMI Ungkit Penangkapan Para Aktivis dan Rizieq Shihab

Baca juga: Jokowi Minta Dikritik, Jusuf Kalla: Bagaimana Caranya Mengkritik Pemerintah Tanpa Dipanggil Polisi?

"Saya sering mengatakan bahwa hubungan antara pers dengan politik, antara media massa dengan pemerintah itu seperti hate and love relations," ujar SBY, dikutip dari kanal YouTube tvOneNews, Senin (15/2/2021).

"Mungkin benci tapi rindu," imbuhnya.

Pasalnya menurutnya, dengan adanya pers, pemerintah justru dibantu dalam menyampaikan kebijakan ataupun informasi-informasi penting lainnya kepada publik.

"Melalui media massa, melalui televisi, pemimpin, pemerintah bisa menyampaikan kebijakan-kebijakannya kepada rakyat," katanya.

Meski begitu, SBY menyebut keberadaan pers juga bisa menjadi pukulan bagi pemerintah.

Mantan Ketua Umum Partai Demokrat itu lantas mengungkit kondisi pers pada masa pemerintahannya.

"Hate-nya dalam artian ini adalah ya boleh dikatakan pada era saya dulu pers sangat kritis, sangat keras, bahkan kadang-kadang sangat sinis," jelas SBY.

"Menghadapi itu terus terang sejumlah pejabat pemerintahan kurang nyaman," ungkapnya.

"Tetapi itulah indahnya antara hate and love relations tadi, semuanya harus siap."

Baca juga: Soal Jusuf Kalla Sindir Jokowi Minta Dikritik, Mahfud MD Anggap Beda Makna, Bandingkan Masa JK

Baca juga: Komentar Fahri Hamzah soal Jokowi Minta Dikritik, Ungkap Momen saat Pemberian Bintang Mahaputra

Lebih lanjut, di tengah banyaknya kritik yang masuk, SBY mengaku bersyukur lantaran bisa mengakhiri masa jabatannya sebagai orang nomor satu di Indonesia selama 10 tahun atau dua periode.

"Kalau saya pribadi melihatnya, alhamdulillah saya bisa mengakhiri masa bakti saya di pemerintahan selama 10 tahun karena saya merasa dikawal oleh pers," kata SBY.

"Boleh dikatakan tiada hari tanpa kritik, maklum waktu itu kita masih berada dalam euforia kebebasan, euforia reformasi dengan demikian freedom of speech, freedom of the press ini luar biasa," terangnya.

"Kita semua memang harus memahami konteks waktu itu."

Selain itu, adanya pers dinilai juga bisa menjadi penyeimbang atau pengawasan jalannya pemerintahan.

SBY sendiri mengakui dengan adanya tekanan dari pers membuat dirinya berhati-hati dalam mengambil keputusan, dalam menetapkan kebijakan serta dalam melaksanakan tindakan-tindakan pemerintah agar tidak menyimpang.

"Dan yang lebih penting, jangan sampai kebijakan dan tindakan ini bertentangan dengan kehendak mayoritas rakyat Indonesia," pungkasnya. (TribunWow.com/Brigitta/Elfan)