TRIBUNWOW.COM - Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta masyarakat untuk aktif mengritik pemerintahan.
Menanggapi hal itu, Pengamat komunikasi politik Universitas Esa Unggul Jamiluddin Ritonga angkat bicara.
Menurutnya ajakan itu terasa aneh,
Baca juga: Jokowi Minta Dikritik, Nasib Para Aktivis hingga Musisi Ini Berurusan dengan Polisi karena Mengritik
"Ajakan presiden itu tentu aneh mengingat Indonesia menganut demokrasi. Di negara demokrasi, kritik itu harusnya mengemuka secara alamiah, bukan diminta," ujar Jamiluddin, kepada wartawan, Rabu (10/2/2021).
Menurutnya di negara demokrasi, masyarakatnya akan aktif menyampaikan kritiknya terhadap kebijakan pemerintah, termasuk atas sikap dan perilaku pejabat negara.
Sehingga permintaan Jokowi dianggap Jamiluddin seolah memberitahukan ada sesuatu yang tidak beres dalam demokrasi Indonesia.
"Jadi kalau presiden meminta masyarakat aktif mengkritik pemerintah, berarti ada yang tidak beres dalan praktik demokrasi di Indonesia. Demokrasi berjalan seolah-olah belum memberi ruang yang besar pada masyarakat untuk menyampaikan kritiknya," ungkapnya.
Baca juga: Warganet Takut Dijerat UU ITE jika Kritik Jokowi, Kominfo Tetap Persilakan: Banyak Misinterpretasi
"Padahal ruang untuk itu sangat terbuka sejak anak bangsa sepakat menganut demokrasi. Hanya saja, dalam perjalanannya, ruang menyatakan kritik itu menjadi terbelenggu setelah bermunculan buzzer bayaran di media sosial," imbuhnya.
Jamiluddin menegaskan para buzzer bayaran tak sungkan menguliti siapa saja yang mengkritik pemerintah.
Hal itu, kata dia, sudah dialami Kwik Kwan Gie, Susi Pudjiastuti dan para pengkritik pemerintah baik di media massa maupun di media sosial.
Sebenarnya, dia memandang perilaku buzzer bayaran tak lazim di negara demokrasi.
Sebab di negara demokrasi ancaman terhadap pengkritik lazimnya datang dari negara (state).
Baca juga: Anjuran Pacar ke Dukun untuk Obati Keperawanan Justru Dimanfaatkan untuk Rudapaksa Berkali-kali
Bahkan itu disebut Jamiluddin mengemuka dalam literatur Barat. Ilmuwan di sana umumnya hanya percaya ancaman terhadap pengkritik datang dari negara.
Bila ada ancaman terhadap pengkritik dari buzzer bayaran (masyarakat), ilmuwan Barat pada umumnya tidak percaya.
Padahal, lanjutnya, hal tersebut terjadi di Indonesia dimana buzzer (masyarakat) melakukan ancaman terhadap pengkritik.