TRIBUNWOW.COM - Anggota DPR RI Fraksi PKS, Mardani Ali Sera tanggapi penyataan dari Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang meminta masyarakat lebih aktif memberikan kritik.
Dilansir TribunWow.com dalam acara Dua Sisi tvOne, Kamis (11/2/2021), Mardani justru mempertanyakan keseriusan dari Jokowi atas ucapannya tersebut.
Dirinya juga menyinggung indeks demokrasi yang turun lantaran masyarakat takut untuk bersuara atau mengkritik.
Baca juga: Ungkit Rekam Jejak Jokowi, Haikal Hassan Duga Imbauan Kritik Sandiwara: Kritik Aku, Kau Ku Tangkap
Baca juga: Revisi UU Pemilu Ditolak, M Qodari Sebut Tak Masalah Buat Anies hingga Ganjar, Justru Singgung AHY
Menurutnya, hal yang harus dilakukan sebagai wujud nyata ucapan dari Jokowi adalah merevisi Undang-undang ITE yang dinilai menjadi momok.
Ia bahkan mengibaratkan seperti halnya disuruh berlari, namun kakinya masih saja diikat, yakni oleh UU ITE itu sendiri.
"Jadi intinya masyarakat disuruh lari, tapi kakinya diikat," ujar Mardani.
"Kalau Pak Jokowi serius, ayo ramai-ramai kita revisi Undang-undang ITE, khusus Pasal 27 dan 28," ungkapnya.
Mardani menilai sikap Jokowi yang meminta masyarakat aktif mengkritik tidak akan merubah apapun, jika UU ITE itu masih saja terus mengancam.
"Kalau cuman menyatakan tapi tidak ada perubahan payung hukum yang membuat kenapa orang dalam survei ya indikator, makin takut bicara karena rata-rata yang mengunggah apapun suka kena ITE," kata Mardani.
"Padahal yang dikedepankan literasi dan edukasi terlebih dahulu."
Baca juga: Jokowi Minta Dikritik, Sudjiwo Tedjo Tagih Tanggung Jawab Atasi Buzzer: Kalau Curhat Disebut Baper
Dirinya lantas mempersoalkan penggunaan UU ITE yang harusnya lebih menekankan kepada transaksi elektronik, bukan malah pada informasinya.
Hal itu diakui sudah merusak proses berdemokrasi karena menghambat kebebasan berpendapat.
"UU ITE ini membunuh demokrasi, khususnya Pasal 27, 28," ucapnya.
"Padahal awalnya ini Undang-undang traksaksi elektronik, tetapi dikedepankan informasinya," jelas Ketua DPP PKS tersebut.
"Sekarang ini menjadi penghambat untuk kebebasan berpendapat," pungkasnya.