Terkini Nasional

Kegiatan FPI Dilarang, Refly Harun Bandingkan Kasus Korupsi Kader Partai: Tak Ada Sanksi Pembubaran

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Markas Syariah Front Pembela Islam (FPI) di Megamendung, Kabupaten Bogor didatangi sang imam besar, Habib Rizieq Shihab, Jumat (13/11/2020).

TRIBUNWOW.COM - Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun memberikan tanggapan terkait pelarangan kegiatan organisasi masyarakat (ormas) Front Pembela Islam (FPI).

Sebelumnya pelarangan kegiatan FPI diumumkan oleh Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD berdasarkan keputusan bersama tiga kementerian dan tiga lembaga terkait.

Dilansir TribunWow.com dalam kanal YouTube pribadinya, Rabu (30/12/2020), Refly Harun mempertanyakan alasan kuat dan mendasar pemerintah melarang FPI.

Pasukan polisi berpakaian lengkap saat menurunkan atribut Front Pembela Islam (FPI) di kawasan Petamburan, Jakarta Pusat, Rabu (30/12/2020). Sebelumnya, Menko Polhukam Mahfud MD dalam jumpa pers yang didampingi sejumlah menteri dan kepala lembaga menyatakan bahwa Pemerintah melarang aktivitas FPI dan akan menghentikan setiap kegiatan FPI, karena FPI tidak lagi memiliki legal standing. (Tribunnews/JEPRIMA)

Baca juga: Respons Pemprov DKI soal Pelarangan Kegiatan FPI, Riza Patria Mengaku Belum Bisa Menindak

Baca juga: Daftar Tokoh yang Deklarasikan Nama Baru FPI Jadi Front Persatuan Islam, Aziz: Itu Kendaraan Baru

Refly Harun lalu menganalogikan dengan kasus korupsi yang dilakukan oleh kader partai.

Dirinya mempertanyakan apakah setiap kader partai yang korupsi lantas berdampak pada partainya.

"Bagaimana kalau kita bandingkan dengan misalnya menteri dari sebuah partai politik yang dicokok oleh KPK," ujar Refly Harun.

"Apakah kemudian tidak ada pikiran untuk membubarkan partai politik tersebut?" imbuhnya.

Menurut Refly Harun tidak seharusnya kesalahan yang dilakukan oleh atau beberapa anggota lantas bisa disimpulkan kepada organisasinya.

Refly Harun menilai tidak adil ketika FPI yang menurutnya tidak lebih bahaya dan tidak lebih merugikan dari kasus korupsi, namun justru harus dibubarkan.

"Kita harus adil dalam konteks ini untuk menilai sebuah perbuatan. Apakah pantas diganjar dengan pembubaran ormas?" kata Refly Harun.

Lebih parahnya lagi menurutnya adalah semua partai terlibat dalam kasus korupsi, baik itu dilakukan oleh kadernya maupun ketua umumnya.

Baca juga: Respons Muhammadiyah terkait Penghentian Aktivitas FPI: Harus Diberlakukan pada Ormas Lain

Oleh karenanya, harusnya partai politik yang terlibat korupsi sehingga merugikan negara tersebut juga dibubarkan.

"Padahal kita tahu misalnya semua partai politik yang ada di parlemen pernah melakukan tindak pidana korupsi kadernya, bahkan bukan kadernya tapi ketua umumnya," tambahnya.

"Tapi tidak ada sanksi pembubaran partai politik kan? Padahal yang melakukan korupsi adalah ketua umumnya," ujar Refly.

"Jadi kita harus adil dalam memandang masalah ini," pungkasnya.

Halaman
12