TRIBUNWOW.COM - Mantan Komisioner Komnas HAM Natalius Pigai angkat bicara tentang pelanggaran HAM di wilayah Papua.
Dilansir TribunWow.com, hal itu ia sampaikan dalam tayangan Dua Sisi di TvOne, Kamis (3/12/2020).
Diketahui sebelumnya Tokoh Pembebasan Papua Barat Benny Wenda mendeklarasikan kemerdekaan dan menyebut diri sebagai presiden sementara di wilayah tersebut.
Baca juga: Sebut Deklarasi Papua Barat Merdeka Bukan Makar Besar, Mahfud MD: Benny Wenda Membuat Negara Ilusi
Natalius kemudian menyoroti upaya kemerdekaan Papua sudah berulang kali digaungkan sejak referendum 1969.
Ia membeberkan sejak dulu pembangunan Papua tidak pernah menjadi prioritas, bahkan angka kemiskinan terus meningkat.
Tidak hanya itu pelanggaran HAM di Papua kerap terjadi.
"Dari sisi prosperity itu tidak tercapai. Kemiskinan dan kebodohannya meninggi, ketertinggalannya meninggi," papar Natalius Pigai.
"Juga pelanggaran HAM cukup masif," ungkitnya.
Ia menyinggung beberapa hari yang lalu baru saja terjadi penembakan terhadap masyarakat sipil di wilayah Papua.
"Bahkan 2-4 hari lalu di puncak Papua itu ada orang kecil, empat orang ditembak," ungkapnya.
Tokoh masyarakat Papua ini menilai, pendekatan pemerintah terhadap Papua telah gagal.
Tidak hanya itu, isu rasisme terhadap orang Papua terus meningkat di berbagai wilayah.
Ia menyebutkan fakta isu ini semakin meningkat pada periode pemerintahan Joko Widodo (Jokowi).
"Karena itu dua treatment, prosperity (kemakmuran) gagal dan security (keamanan) juga gagal," tegas Natalius.
"Kemudian setelah Jokowi memimpin negara ini, yang di-drive (setir) adalah skenario Papua-fobia dan rasisme," ungkapnya.
Menurut Natalius, isu rasisme itu terjadi terhadap kedua belah pihak.
Baca juga: Vanuatu Satu-satunya yang Dukung Papua Barat Merdeka, Mahfud Tak Khawatir: Negara Kecil di Pasifik
Bahkan isu rasisme juga dikobarkan antara masyarakat Papua dengan orang Indonesia lainnya.
"Hari ini orang Papua yang kulit hitam dan rambut keriting tidak suka orang Indonesia, Melayu dan Jawa," jelas Natalius.
Ia kemudian menyinggung deklarasi kemerdekaan yang berulang kali digaungkan oleh kelompok tertentu di Papua.
Natalius menjelaskan upaya deklarasi semacam itu pasti akan didukung masyarakat Papua.
"Dalam konteks ini ketika Anda katakan siapapun orang Papua yang mendeklarasikan untuk dignity dan harga diri orang Papua, sudah pasti 90 persen lebih menerima," paparnya.
"Itu ditunjukkan tahun lalu bagaimana masifnya perlawanan rasisme," tandas Natalius.
Lihat videonya mulai menit 2.00:
Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD angkat bicara tentang deklarasi kemerdekaan di Papua Barat yang diserukan Tokoh Pembebasan Papua Barat Benny Wenda.
Dilansir TribunWow.com, hal itu ia sampaikan dalam konferensi pers yang ditayangkan kanal YouTube Kompas TV, Rabu (2/12/2020).
Diketahui sebelumnya Gerakan Persatuan Pembebasan Papua Barat atau The United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) mendeklarasikan kemerdekaan.
Baca juga: Motif KKB Tembak 3 Warga Sipil Papua, Diduga Upaya untuk Memutarbalikkan Fakta dan Intimidasi
Mahfud MD kemudian menyampaikan sikap pemerintah terhadap Benny Wenda yang memprakarsai kelompok tersebut.
Ia mengungkapkan menilai pernyataan Benny Wenda tidak dapat disebut makar besar.
"Makar itu kalau skalanya kecil, cukup gakkum, penegakan hukum kriminal, ditangkap menggunakan pasal-pasal kejahatan keamanan negara," kata Mahfud MD.
"Jadi cukup gakkum, tidak terlalu besar kalau soal ini," lanjutnya.
Mahfud kemudian menyatakan sikap pemerintah terkait gerakan Benny Wenda.
Ia menilai pernyataan tokoh Papua tersebut tidak berarti membuat wilayah tersebut menjadi merdeka.
"Menurut kami, Benny Wenda ini membuat negara ilusi, negara yang tidak ada dalam faktanya," komentar Mahfud.
"Papua Barat itu apa?," lanjutnya.
Mahfud kemudian menjelaskan syarat-syarat sebuah negara dapat terbentuk.
Menurut dia, syarat-syarat itu tidak dapat dipenuhi untuk membuat Papua Barat merdeka.
"Syaratnya itu ada rakyat yang dia kuasai, ada wilayah yang dia kuasai, ada pemerintahnya," jelas Menko Polhukam.
Selain itu, ia menilai Benny tidak berhak menyatakan kemerdekaan atas Papua Barat.
Baca juga: Vanuatu Soroti HAM di Papua, Tantowi Yahya Balas: Mereka Sendiri Banyak, Kayak Kacamata Kuda Saja
"Dia 'kan enggak ada itu, dia pemberontak dan dia orang luar," kata Mahfud.
"Wilayahnya Papua, kita real yang menguasai. Pemerintah siapa yang mau ngasih dia pemerintah? Orang Papua sendiri tidak mengakui," lanjutnya.
"Jadi di dalam syarat hukum internasional enggak ada," papar Mahfud MD.
Mahfud menambahkan, pernyataan Benny Wenda tidak mendapat pengakuan dari negara-negara lain.
Satu-satunya negara yang mengakui adalah Vanuatu, tetapi negara tersebut tidak termasuk dalam organisasi internasional yang diakui.
"Lalu juga syarat lain adanya pengakuan dari negara lain yang masuk dalam organisasi negara internasional. Dia enggak ada yang mengakui," ungkap Mahfud.
"Memang didukung satu negara kecil di Pasifik, namanya Vanuatu. Tapi kecil negara itu," tambahnya. (TribunWow.com/Brigitta)