Simak videonya mulai menit ke- 6.03
Yasonna Laoly soal Ketidakpercayaan pada MK
Menteri Hukum dan HAM (Menkumham), Yasonna Laoly buka suara menanggapi adanya seruan pembangkangan sipil.
Dilansir TribunWow.com, Yasonna Laoly mengatakan bahwa seruan tersebut sangat berbahaya dalam kaitannya dengan kelangsungan pemerintahan dan negara.
Hal itu diungkapkannya dalam acara Rosi 'KompasTV', Kamis (22/10/2020).
Baca juga: Di Mata Najwa, Rocky Gerung Andaikan DPR Bermutu soal UU Cipta Kerja: Pasti Tidak Disuruh ke MK
Baca juga: Alasan Naskah UU Cipta Kerja Terbaru Berubah Jadi 1.187 Halaman hingga Ada Pasal yang Hilang
Dalam kesempatan itu, Yasonna meyakini bahwa seruan pembangkangan sipil dilakukan bukan murni sebagai seruan dalam artian demokrasi.
Melainkan lebih bersifat sebagai provokasi untuk menciptakan kegaduhan.
Menurutnya, sebagai negara hukum, semua persoalan di negeri ini harusnya bisa diselesaikan atau dibicarakan melalui jalur yang benar, yakni secara konstitusional.
Dalam kasus ini maka bisa melalui Mahkamah Konstitusi.
"Kita mengakui pasal 1 ayat 3 Undang-undang Dasar enggak? Kita banyak pengajar hukum tata negara di sini," ujar Yasonna.
"Atau kalau enggak percaya lagi ke Mahkamah Konstitusi berarti distrust for constitutional institution-nya," jelasnya.
"Bukan lagi berbahaya, sangat mengerikan menurut saya."
Yasonna lantas menilai bahwa seruan-seruan semacam itu tidak tidak terlepas dengan adanya unsur politik.
"Kita mengajar orang yang tidak banyak paham tentang undang-undang ini untuk melakukan disorder, ini kan elit saja, tapi provokasi rakyat," kata Yasonna.
Baca juga: Rocky Gerung Beberkan Komentar Publik Internasional soal UU Cipta Kerja, Sebut Dianggap Berbahaya
Hal itu kemudian ditanggapi oleh dosen Hukum Tata Negara STIH Jentara, Bivitri Susanti.
Menurutnya, tidak bisa langsung menyimpulkan bahwa seruan pembangkangan sipil sebagai bentuk ketidakpercayaan terhadap konstitusi.
"Ini bukan soal ketidakpercayaan kepada konstitusi bahkan gerakan civil disobedience (pembelotan sipil, -red) itu sendiri sebenarnya berada di ranah konstitusi," katanya.
"Makanya sebenarnya dikritik sebagai sesuatu yang tidak revolusioner karena gerakan civil disobedience ini justru mau menajamkan, sebenarnya constitutional value kita apa," jelas Bivitri.
Lebih lanjut, Bivitri menilai munculnya seruan tersebut tentunya dipengaruhi juga oleh bagaimana sikap atau respons dari pemimpinnya.