"Kata dokter disuruh opname di rumah sakit. Jika dalam 10 hari tidak ada perkembangan, disuruh rujuk ke rumah sakit yang lebih lengkap peralatannya," kata perempuan asal Dusun Timur Jalan, Desa Tentenan Timur, Kecamatan Larangan ini.
Selama menjalani perawatan di rumah sakit, gejala sleeping beauty syndrome mulai tampak.
Mata Rau terus terpejam.
Karena 10 hari tidak ada perkembangan kesehatan, Rau kemudian dirujuk ke rumah sakit swasta di Surabaya. Di sana Rau dirawat selama dua bulan lebih.
Dokter kemudian mendiagnosis ada penyakit baru di tubuh Rau, yatu hidrosefalus dan meningitis TB.
Meksipun sudah dua bulan dirawat di rumah sakit mewah di Surabaya, mata Rau tetap terpejam.
Dokter menyarankan agar Rau dibawa pulang karena proses terapi bisa dilakukan di rumah sakit daerah di Pamekasan.
Tiga kali dalam sepekan Rau menjalani terapi di rumah sakit Pamekasan.
Namun, seiring dengan pandemi Covid-19, terapi dihentikan.
Sebagai gantinya, Ratnawati mencoba pengobatan alternatif.
Baca juga: Gadis 13 Tahun Ngidam dan Muntah, sang Nenek Kaget saat Dibawa ke Dokter Ternyata Hamil 7 Bulan
Sebab semua petunjuk obat dari dokter sudah dipenuhi meskipun harganya jutaan rupiah.
Selama pengobatan dihentikan, kondisi tubuh Rau berangsur-angsur membaik.
Susu yang awalnya disuntikkan ke mulutnya, sudah bisa diminum dengan botol.
Bahkan, Rau sudah bisa mengonsumsi bubur.
Namun, Rau rentan sakit, terutama ketika dibawa ke luar rumah.