Keributan itu disebabkan karena aparat terprovokasi oleh demonstran.
“Empat personel diganggu massa, saya yakin anak SMA atau SMK. Satu personel terprovokasi, kebetulan posisi saya pas di belakang personel itu. Mulai bentrok dan ricuh, saya ikut mundur bersama polisi, saya masuk ke aula DPRD,” kata ARN.
Saat berlindung, ARN didatangi salah satu aparat dan mulai menginterogasinya.
Kemudian ia dibawa bersama dengan demonstran lainnya.
Bahkan, saat diciduk petugas, ponselnya disita.
Selain itu, kata ARN, ia juga diminta untuk mengaku sebagai provokator dalam demo tersebut.
“Kepala dan muka saya beberapa kali dipukul, sampai gagang kacamata saya patah,” ujarnya. Kata ARN, dia diminta mengaku sebagai provokator dalam demo tersebut, karena polisi melihat isi pesan percakapan soal demo dari ponselnya.
"Mereka anggap chat saya dengan mahasiswi ini untuk provokasi demo Gedung DPRD jadi ricuh,” ujarnya.(Penulis Kontributor Yogyakarta, Wisang Seto Pangaribowo | Editor Abba Gabrillin)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Polisi Bantah Pukul dan Paksa Mahasiswa UGM Mengaku sebagai Provokator"