TRIBUNWOW.COM - Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun memberikan sorotan terkait fenomena politik di Kota Solo menjelang Pilkada serentak 2020.
Pencalonan putra sulung Presiden Joko Widodo (Jokowi), Gibran Rakabuming Raka menjadi fenomena politik yang banyak dibicarakan oleh banyak pihak.
Selain karena anak dari orang nomor satu di Indonesia, proses pencalonan Gibran dari PDIP juga banyak dinilai kurang tepat.
• Pengamat Yakini Gibran Rakabuming Belajar dari AHY, Sebut Momentum Tepat Maju ke Pilkada Solo 2020
Pada kenyataannya Gibran yang masih berusia muda dan belum banyak pengalaman justru mengalahkan Achmad Purnomo yang notabene sudah matang dan lebih layak.
Dilansir TribunWow.com dalam tayangan Youtube Refly Harun, Minggu (26/7/2020), dirinya mengaku tetap kurang setuju jika alasannya adalah karena faktor regenerasi.
Menurut Refly Harun, jika berbicara regenerasi, tentu yang paling tepat untuk menggantikan Wali Kota Solo FX Hadi Rudyatmo adalah wakilnya, yakni Achmad Purnomo.
Terlebih keduanya sama-sama berasal dari partai yang sama, yakni PDP Perjuangan (PDIP).
Sedangkan ketika langsung meloncat ke Gibran tentu proses regenerasinya juga bisa dikatakan tidak sehat.
Refly Harun lantas memberikan masukan untuk bisa dikatakan sebagai regenerasi partai yang baik, yakni tetap mengusung Gibran, namun mulai dari bakal calon wakil wali kota, bukan langsung menjadi bakal calon wali kota.
Dengan begitu, Gibran akan berpasangan dengan Achmad Purnomo yang menjadi calon wali kotanya.
"Jadi dari Jokowi ke FX Rudy, lalu kemudian Jokowi lompat ke gubernur," ujar Refly Harun.
"Lalu FX Rudy menggantikan, lalu masuk Achmad Purnomo. Achmad Purnomo jadi wakil," lanjutnya.
"Kalau FX Rudy pensiun, harusnya Achmad Purnomo. Jadi regenerasi politiknya baik dan mulus," kata Refly Harun.
"Bagaimana untuk regenerasi? Mungkin Gibran dijadikan wakil," jelasnya.
• Soal Gibran, Refly Harun Sebut Tak Permasalahkan Dinasti Politik: Kecuali Dibuat dengan Cara Curang
Menurutnya, kondisi tersebut akan jauh terlihat lebih baik dan aman, dibandingkan ujug-ujug menjadi cawalkot.
Meski diakui tidak ada larangan dan tidak ada rasa merendahkan, namun dikatakannya secara etika sedikit tidak dibenarkan.
Terlebih menurut Refly Harun, untuk menjadi seorang pemimpin tentu tidak hanya mengandalkan kecerdasan melainkan dibutuhkan juga pengalaman, bahkan bisa dikatakan menjadi yang terpenting.
"Kalau dijadikan wakil, barangkali orang enggak akan ribut karena dalam rangka regenerasi politik," terang Refly Harun.
"Kalau ini enggak. Tidak pernah punya pengalaman dalam politik, lalu kemudian menjadi wali kota," ungkapnya.
"Bisa enggak? Ya bisa, tapi alangkah baiknya kalau yang memerintah orang yang punya track record, punya kemampuan, punya wibawa, dan selesai dengan dirinya," jelasnya menutup.
Simak videonya mulai menit ke- 13.25
Tak Permasalahkan Dinasti Politik: Kecuali Dibuat dengan Cara Curang
Sebelumnya, Refly Harun mengaku tidak mempermasalahkan soal adanya dinasti politik di Pilkada Solo 2020.
• Sempat Bilang ke Jokowi Siap Bantu Gibran, Achmad Purnomo Kini Pilih Rehat: Tanpa Saya Pasti Menang
Karena menurutnya adanya dinasti politik sah-sah saja dan tidak ada yang melarang.
Namun dikatakan Refly Harun ada pengecualiannya, yakni jika dilakukan dengan cara yang curang dan menggugurkan nilai-nilai demokrasi.
Dirinya menegaskan bahwa tentunya tidak bisa melarang kepada setiap warga negara yang ingin mencalonkan diri jika memang sudah memenuhi syarat.
Refly Harun lantas mencontohkan beberapa kecurangan dalam membentuk dinasti politik, mulai dari proses sebelum pemilihan umum maupun saat pemilihan umum.
"Yang jadi masalah adalah kalau politik dinasti tersebut dibuat dengan langkah yang curang. Yaitu kecurangan pemilu, baik di hulu maupun di hilir," ujar Refly Harun.
"Caranya adalah misal satu kalau pemilihan kepala daerah memborong semua partai politik agar tidak ada calon lain selain kerabatnya. Itu cara yang keliru, cara yang tidak demokrastis," tegasnya.
"Atau misalnya melakukan kecurangan yang jamak terjadi, mulai dari candidate buying, vote buying, mempengaruhi panitia penghitungan suara atau KPU di daerah karena mereka powerfull baik secara kekuasaan maupun ekonomi," jelasnya.
• Tak Hanya Gibran, Refly Harun Ungkit Bobby Nasution Terseret Isu Dinasti Politik: Harus dari Bawah
Menurutnya tidak ada alasan untuk menolak jika memang prosesnya membangun dinasti politik dilakukan dengan cara-cara yang tidak demokratis.
Hal itu tentunya akan merusak proses demokrasi yang bebas, jujur dan adil.
Namun sebaliknya, jika dilakukan dengan cara yang demokratis dan beradab maka bisa dikatakan masih bisa diterima.
Karena menurutnya hal tersebut nantinya akan ditentukan sendiri oleh masyarakat saat Pemilu.
"Kalau cara membangun dinasti politik dengan cara yang tidak bermartabat seperti itu, ya tentu saja harus dicegah, harus ditentang, harus ditumbangkan," kata Refly Harun.
"Tetapi kalau cara-cara beradab, cara-cara demokratis tidak masalah," pungkasnya.
(TribunWow/Elfan Fajar Nugroho)