Ia menilai tidak ada masalah tentang perspektif hukum terkait perpindahan tersebut.
Meskipun begitu, ada perspektif di luar hukum yang perlu dipertimbangkan.
"Yang menarik tentu perspektif nonhukum. Perspektif politik, perspektif sosial, dan lain sebagainya," kata Refly.
Menurut Refly, ada tiga pertimbangan Jokowi memutuskan untuk memindahkan koordinasi BIN.
"Jadi saya mengatakan bahwa ada tiga kriteria yang bisa menjelaskan persoalan ini, mengapa Presiden Jokowi menarik BIN langsung ke bawah presiden," jelasnya.
Ia menilai keputusan itu berkaitan dengan sosok-sosok pemimpin dalam BIN.
"Pertama adalah profesionalisme BIN itu sendiri, yang kedua adalah sosok yang memimpin BIN," kata Refly.
"Yang ketiga adalah relasi-relasi kekuasaan yang dibangun oleh Kepala BIN," lanjutnya.
Namun Refly menambahkan, BIN belum dapat dikatakan sebagai badan intelijen yang disegani.
"Seperti CIA, Mossad dari Israel. Kita tidak tahu apakah badan intelijen kita cukup tangguh atau tidak," ungkit Refly Harun.
• Refly Harun Sebut Pilkada Solo 2020 Mudah: Di Atas Kertas Presiden Jokowi dan Klannya akan Menang
Sebelumnya keputusan itu diumumkan Menko Polhukam Mahfud MD melalui cuitan Twitter resminya.
Ia menjelaskan presiden lebih membutuhkan BIN.
"BIN langsung berada di bawah Presiden karena produk intelijen negara lebih langsung dibutuhkan oleh Presiden," cuit Mahfud MD, Sabtu (18/7/2020).
Meskipun begitu, Kemenko Polhukam masih mengepalai sejumlah kementerian dan instansi.
Badan negara tersebut meliputi Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Kementerian Luar Negeri (Kemenlu), Kementerian Pertahanan (Kemenhan), Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham), dan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo).
Kemudian Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenPANRB), Kejaksaan Agung, Tentara Nasional Indonesia (TNI), Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri), dan instansi lain yang dianggap perlu. (TribunWow.com/Brigitta Winasis)