Terkini Nasional

Koordinasi BIN Dialihkan, Refly Harun Ungkap Spekulasi soal Budi Gunawan: Dekat Partai Penguasa

Penulis: Brigitta Winasis
Editor: Tiffany Marantika Dewi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Refly Harun membahas wacana reshuffle Kabinet Indonesia Maju, diunggah Senin (29/6/2020). Pakar hukum tata negara Refly Harun mengungkapkan deretan spekulasi tentang pengalihan koordinasi Badan Intelijen Negara (BIN).

TRIBUNWOW.COM - Pakar hukum tata negara Refly Harun mengungkapkan deretan spekulasi tentang pengalihan koordinasi Badan Intelijen Negara (BIN).

Hal itu ia singgung setelah Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengalihkan koordinasi BIN di bawah kepemimpinan presiden.

Diketahui sebelumnya BIN berada di bawah koordinasi Kementerian Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Kemenko Polhukam).

Kolase foto Kepala BIN Budi Gunawan dan Presiden Joko Widodo (Jokowi). (Tribunnews/Capture YouTube Sekretariat Presiden)

BIN di Bawah Presiden Tak Hanya soal Hukum, Refly Harun Singgung Sisi Politik: Sosok yang Pimpin

Dilansir TribunWow.com, hal itu dijelaskan Refly dalam tayangan Kabar Petang di TvOne, Minggu (19/7/2020).

Refly kemudian menyoroti dari sosok Kepala BIN Budi Gunawan yang dikenal dekat dengan tokoh-tokoh politik.

Ia menyinggung sosok Budi Gunawan yang dekat dengan partai penguasa, yakni PDIP.

"Kita tahu bahwa Budi Gunawan yang menjadi Kepala BIN adalah sosok yang dari sisi politik sangat kuat karena memang punya hubungan yang kuat dengan the ruling party (partai penguasa)," ujar Refly Harun.

Seperti diketahui, Jokowi sendiri yang mengusulkan Budi Gunawan menjadi Kepala BIN pada 2016.

Selain itu, Budi Gunawan pernah menjadi ajudan Presiden Kelima RI Megawati Soekarnoputri pada 2000-2004, yang diketahui juga menjadi Ketua Umum PDIP.

"Jadi tidak heran ketika kemarin pergantian kabinet itu Kepala BIN tetap dijabat oleh Budi Gunawan karena memang lobi yang sangat kuat dengan the ruling party," papar Refly.

Refly menduga hal ini menjadi alasan BIN dipindahkan dari koordinasi Kemenko Polhukam menjadi di bawah presiden.

Selain itu, ia mengungkit ada kemungkinan kepentingan politik dalam keputusan tersebut.

Purnomo Klarifikasi soal Tawaran Jabatan dari Presiden: Bukan Pak Jokowi yang Mengatakan Begitu

"Ini juga yang mungkin dapat menjelaskan kenapa ada upaya untuk langsung ke presiden, kenapa tidak ke misalnya Menko Polhukam Mahfud MD," jelasnya.

"Walaupun tidak enak ngomongnya, barangkali soal trust juga, soal kepentingan-kepentingan yang strategis juga," tambah Refly.

Refly Harun menyebutkan keputusan tersebut juga dipengaruhi partai yang berkuasa.

Meskipun begitu, ia menambahkan hal ini masih menjadi spekulasi.

"Mungkin presiden dan the ruling party lebih merasa safe kalau itu langsung ke presiden saja. Mungkin, namanya juga analisis," paparnya.

Ia menyinggung relasi Budi Gunawan dengan Megawati, yang diketahui berkediaman di Jalan Teuku Umar, Jakarta Pusat.

Refly mengaku sempat berurusan dengan Megawati melalui BIN sebagai penghubung.

"Yang sudah saya sebutkan, relasi Kepala BIN dengan kekuatan-kekuatan politik yang ada. Semua orang tahu bahwa relasinya dengan Teuku Umar begitu kuat," ungkitnya.

"Bahkan saya punya pengalaman misalnya kalau kita punya urusan dengan Teuku Umar, efektif melalui BIN karena relasi yang kuat," tambah Refly.

Seperti diketahui, penunjukkan Budi Gunawan menjadi Kepala BIN pada 2016 cukup kontroversial lantaran ia sempat ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi.

Tidak hanya itu, Budi Gunawan diketahui menjadi mediator Jokowi dengan rival politiknya saat pemilihan presiden.

"Jadi ada yang mengatakan begitu, tapi wallahualam semuanya," tandas Refly Harun.

Lihat videonya mulai menit 9:00

Singgung Sisi Politik dalam Pengalihan BIN

Sebelumnya Refly menjelaskan alasan Presiden Joko Widodo (Jokowi) memindahkan koordinasi BIN.

"Produk regulasi ini di bawah kontrol presiden dan memang BIN adalah bagian dari eksekutif, tentu presiden punya hak prerogatif untuk mengatur tata letaknya di mana," papar Refly Harun.

"Mau ditaruh di bawah koordinasi Kemenko Polhukam atau langsung di bawah presiden, terserah presiden," lanjutnya.

Ia menilai tidak ada masalah tentang perspektif hukum terkait perpindahan tersebut.

Meskipun begitu, ada perspektif di luar hukum yang perlu dipertimbangkan.

"Yang menarik tentu perspektif nonhukum. Perspektif politik, perspektif sosial, dan lain sebagainya," kata Refly.

Menurut Refly, ada tiga pertimbangan Jokowi memutuskan untuk memindahkan koordinasi BIN.

"Jadi saya mengatakan bahwa ada tiga kriteria yang bisa menjelaskan persoalan ini, mengapa Presiden Jokowi menarik BIN langsung ke bawah presiden," jelasnya.

Ia menilai keputusan itu berkaitan dengan sosok-sosok pemimpin dalam BIN.

"Pertama adalah profesionalisme BIN itu sendiri, yang kedua adalah sosok yang memimpin BIN," kata Refly.

"Yang ketiga adalah relasi-relasi kekuasaan yang dibangun oleh Kepala BIN," lanjutnya.

Namun Refly menambahkan, BIN belum dapat dikatakan sebagai badan intelijen yang disegani.

"Seperti CIA, Mossad dari Israel. Kita tidak tahu apakah badan intelijen kita cukup tangguh atau tidak," ungkit Refly Harun.

• Refly Harun Sebut Pilkada Solo 2020 Mudah: Di Atas Kertas Presiden Jokowi dan Klannya akan Menang

Sebelumnya keputusan itu diumumkan Menko Polhukam Mahfud MD melalui cuitan Twitter resminya.

Ia menjelaskan presiden lebih membutuhkan BIN.

"BIN langsung berada di bawah Presiden karena produk intelijen negara lebih langsung dibutuhkan oleh Presiden," cuit Mahfud MD, Sabtu (18/7/2020).

Meskipun begitu, Kemenko Polhukam masih mengepalai sejumlah kementerian dan instansi.

Badan negara tersebut meliputi Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Kementerian Luar Negeri (Kemenlu), Kementerian Pertahanan (Kemenhan), Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham), dan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo).

Kemudian Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenPANRB), Kejaksaan Agung, Tentara Nasional Indonesia (TNI), Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri), dan instansi lain yang dianggap perlu. (TribunWow.com/Brigitta Winasis)