"Tetapi hal yang kedua memang Judicial Review (pengujian yudisial) dalam konteks Peraturan KPU tersebut tentu berbeda dengan kasus yang berimplikasi pada misalnya ditundanya pengumuman hasil pemilu," terang Refly Harun.
"Karena kalau misalnya logika itu yang dipakai, maka kemudian tidak akan pernah selesai, karena bisa dilakukan proses uji Judicial Review berkali-kali terhadap peraturan KPU," tutupnya.
• Refly Harun Ungkap 2 Pandangan atas Putusan MA terkait Sengketa Pilpres: Waktu dan Substansi
Simak videonya mulai menit ke- 6.02:
Sengketa Pilpres Tak Mungkin Terjadi jika Tak Mati-matian Pertahankan Hal Ini
Pakar Hukum Tata Negara, Refly Harun memberikan tanggapan terkait putusan Mahkamah Agung (MA) dan juga sengketa yang terjadi pada Pilpres 2019 lalu.
Dilansir TribunWow.com, MA belum lama ini telah mengeluarkan putusan pengabulan atas gugatan terkait Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 5 Tahun 2019.
Sebelumnya gugatan tersebut dilakukan oleh Rachmawati Soekarnoputri selaku Wakil Ketua Badan Pemenangan Nasional (BPN) pasangan calon presiden Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno.
Namun menurutnya, putusan dari MA tersebut sudah tidak berarti apa-apa lagi, apalagi untuk membatalkan hasil Pilpres 2019.
Dikatakannya bahwa setidaknya, putusan tersebut bisa digunakan untuk memperbaiki aturan yang berlaku pada pemilu-pemilu selanjutnya, jika kembali hanya terdapat dua pasangan calon saja.
Meski begitu, Refly Harun berpandangan bahwa persoalan pada PKPU Nomor 5 Tahun 2019 tidak akan terjadi jika tidak mati-matian mempertahankan kebijakan Presidential Threshold.
• Unggah Foto Berdua Bareng Jokowi, Prabowo Subianto: Kementerian Pertahanan akan Terus Bersinergi
Menurutnya, dengan adanya Presidential Threshold tersebut, maka menjadikan kesulitan bagi para calon presiden yang ingin mencalonkan diri.
Para calon presiden harus bisa memenuhi syarat ambang batas, yakni setidaknya 25% kursi di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) atau 20% suara sah nasional dalam Pemilu Legislatif.
Akibatnya sudah dua kali perhelatan Pilpres hanya diikuti oleh dua pasangan calon, yakni pada tahun 2014 dan 2019.
Seperti yang diketahui, ketika hanya ada dua pasangan calon yang maju, maka pasangan terpilih harus memenuhi syarat dari persebaran suara.