Seperti adanya perbedaan budaya di Aceh dan Papua terkait aurat.
Sehingga RUU PKS membutuhkan pembahasan yang cukup panjang.
"Kalau di Aceh orang membuka aurat menjadi masalah, kalau di Papua justru membuka aurat yang ditunggu-tunggu misalnya koteka ini akan menjadi perdebatan sangat panjang."
"Nah oleh karena itu, hal-hal yang sangat detail ini mau diatur sedemikian rupa perlu diskusi yang panjang," jelas Yandri.
• DPR Tunda RUU Kekerasan Seksual karena Sulit dan Waktu Sempit, Siti Aminah: Saya Tak Habis Pikir
Sehingga, Yandri mempersilahkan setiap orang memberikan pendapatnya terkait RUU PKS yang nantinya saat dilakukan pembahasan lagi maka akan lebih matang.
"Kalau dipersoalkan di Prolegnas 2020 saya kira para akedimisi,para LSM, para ormas itu silakan saja mendebat masalah ini."
"Sambil kita masukkan lagi di Prolegnas berikutnya kemudian itu sudah agak matang," kata Yandri.
Ia menambahkan, saat ini DPR sedang fokus membahas undang-undang kebencanaan non alam seperti pandemi yang sebelumnya tidak dibahas.
"Sekali lagi kami sekarang lagi khusus membahas undang-undang kebencanaan yang sangat dibutuhkan."
"Karena undang-undang bencana nomor 40 tahun lalu tidak memuat bencana non alam seperti pandemi Covid-19," imbuhnya.
• Jawaban Korlap soal Aksi Demo Tolak RUU HIP Bergeser Bubarkan PDIP serta Pembakaran Bendera Partai
Lihat videonya sejak menit awal:
Sederet Alasan DPR Tunda RUU PKS
Pembahasan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS) untuk kesekian kalinya kembali diusulkan untuk ditunda hingga tahun 2021 nanti.
Usul itu disampaikan oleh Wakil Ketua Komisi VIII DPR Marwan Dasopang yang mengusulkan agar RUU PKS dikeluarkan dari daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2020.
Marwan kemudian menjelaskan sederet alasan mengapa RUU PKS kembali ditunda.
• Dosen di Kota Malang Jadi Korban Pelecehan Seksual di Depan Anak-anaknya oleh Pria Tak Dikenal
Dikutip dari Kompas.com, Rabu (1/7/2020), pertama Marwan mengatakan dikeluarkannya RUU PKS dari prioritas lantaran pembahasannya dinilai sulit.