Terkini Nasional

Deretan Kejanggalan Kasus Novel Baswedan, 'Tak Sengaja' sampai Tak Ada Saksi: Baju Saya Digunting

Penulis: Brigitta Winasis
Editor: Maria Novena Cahyaning Tyas
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Penyidik senior KPK, Novel Baswedan, datang ke Polda Metro Jaya, Senin (6/1/2020).

"Saya kemudian dengan kuasa hukum menyampaikan kepada jaksa penuntut dengan harapan jaksa penuntut mau memasukkan saksi-saksi kunci yang mengetahui penyerangan kepada diri saya untuk dihadirkan dan didengarkan," jelasnya.

Meskipun permintaan itu telah disampaikan, tidak kunjung dilakukan juga oleh jaksa penuntut.

Fakta lain yang mencurigakan adalah adanya barang bukti yang hilang, seperti botol yang berisi air keras.

"Selain itu ada beberapa barang bukti yang hilang. Saya bisa katakan contohnya adalah botol yang dipakai untuk menuang ke suatu mug dan dipakai menyiram ke wajah saya," jelas Novel.

Selain itu, pakaian yang terkena air keras juga digunting sehingga bekasnya menjadi hilang.

"Saya juga tahu baju yang digunakan saya saat itu di bagian depannya digunting. Ketika digunting, tentunya apabila ada bekas air keras di sana menjadi hilang," tuturnya.

Saat itu pakaian tersebut digunting dengan alasan untuk sampel penyidikan.

Saor Siagian Sebut Peradilan Bersandiwara soal Kasus Novel Baswedan: JPU Tak Menghadirkan Ini

Sebagai penyidik KPK, Novel membantah seharusnya pengambilan sampel tidak perlu menggunakan bagian sebesar itu.

Tidak hanya itu, pertanyaan jaksa kepada Novel saat sidang juga membuatnya merasa janggal.

"Saya ditanya oleh jaksa penuntut, 'Apabila saudara saksi menjadi penyidik, kemudian ada orang datang kepada penyidik mengakui suatu peristiwa atau berbuat pidana tertentu, diproses atau tidak?," kata Novel Baswedan.

"Hal itu aneh, karena saya saksi fakta tapi ditanya hal demikian."

Dalam persidangan, kedua terdakwa dituntut 1 tahun penjara dengan alasan tidak sengaja melukai mata Novel Baswedan.

Kedua pelaku, Rahmad Kadir Mahulette dan Rony Bugis, juga disebut memiliki dendam pribadi dan tidak ada sangkut-pautnya dengan jabatan korban sebagai penyidik KPK.

Dikutip dari Kompas.com, Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) mengecam hal tersebut.

"Argumentasi Jaksa yang menyatakan ketidaksengajaan pelaku untuk menyiram mata Novel sebagai dasar menuntut rendah merupakan penghinaan terhadap akal sehat," kata peneliti PSHK Giri Ahmad Taufik, Jumat (12/6/2020).

Lihat videonya mulai menit 7:00

(TribunWow.com/Brigitta Winasis)