Virus Corona

Pakar UI Anggap Keputusan Jokowi soal New Normal Bisa Berbahaya: Masyarakat Sakit Siapa yang Kerja?

Penulis: Mariah Gipty
Editor: Ananda Putri Octaviani
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Presiden Joko Widodo (Jokowi) saat peninjauan persiapan New Normal di Summarecon Mall Bekasi pada Selasa (26/5/2020). Namun, Pakar Epidemiologi Universitas Indonesia (UI), Pandu Riono mengaku tak setuju dengan keputusan tersebut.

TRIBUNWOW.COM- Presiden Joko Widodo (Jokowi) diketahui akan menerapkan tatanan baru new normal.

Namun, Pakar Epidemiologi Universitas Indonesia (UI), Pandu Riono mengaku tak setuju dengan keputusan tersebut.

Dilansir TribunWow.com dari channel YouTube Kompas TV pada Sabtu (30/5/2020), hal ini dikarenakan Pandu Riono menilai data Covid-19 saja masih belum akurat.

Pakar Epidemiologi Pandu Riono menilai new normal belum dapat terlaksana maksimal jika indikator kesehatan belum terpenuhi, diunggah Jumat (30/5/2020). (Capture Youtube KompasTV)

New Normal Segera Mulai, Ade Armando Sebut Rakyat Belum Dijelaskan: Masak Berharap Pak Jokowi?

"Sampai sekarang datanya tidak akurat, jadi tidak mungkin kita mau menghitung reproduction number, angka reproduksi ya kita singkat R, nah kalau RT kita sebut T, Tnya times, waktu."

"Kalau sekarang angka reproduksi angkanya berapa," kata Pandu.

Dijelaskannya, jika data yang digunakan untuk menerapkan New Normal belum akurat, maka hal ini akan berbahaya.

"Dan perhitungan itu mendasari data yang tersedia. Kalau datanya yang tersedia tidak akurat dan dipakai begitu saja oleh yang menghitung secara matematis akan  keluar angkanya."

"Pertanyaannya angkanya akurat tidak? Merefleksikan hal yang sesungguhnya tidak? Karena bisa berbahaya," imbaunya.

Pandu menuturkan, pemerintah bisa berencana apa saja namun belum tentu New Normal bisa dijalankan.

"Kalau persyaratan kesehatan belum terpenuhi, indikator itu tidak terpenuhi, The New Normal itu tidak akan berjalan."

"Mereka bisa mempersiapkan, mereka bisa merencanakan, tapi belum tentu bisa diemplementasikan," katanya.

Ungkap Alasan Jokowi Segera Terapkan New Normal, Ali Ngabalin: Presiden Tak Mau Rakyatnya Kelaparan

Pandu mengatakan seharusnya pemerintah fokus pada masalah kesehatan terlebih dahulu.

"Harus kesehatan dulu karena yang mengindikasikan kesehatan, melakukan pembatasan sosial demi kesehatan bukan demi ekonomi, ekonomi bisa nunggu."

"Kalau mereka mau lebih cepat, bantu kesehatan supaya terwujud baru mereka bisa jalan," kata dia.

Pasalnya jika banyak orang sakit, kegiatan ekonomi juga tak akan berjalan.

"Kalau masyarakatnya sakit siapa yang mau beli, kalau masyarakat sakit siapa yang kerja," sambung dia.

Pandu baru setuju penerapan New Normal dilangsungkan jika indikator kesehatan untuk menerapkan tatanan hidup baru sudah benar-benar terpenuhi.

"Kalau indikator kesehatannya sudah terpenuhi baru itu saat yang tepat. Boleh saja direncanakan, boleh. Tetapi kan implementasinya tunggu dulu sampai indikator kesehatannya terpenuhi," tandasnya.

Masih Mengkaji New Normal Sektor Pendidikan, Menko PMK Muhadjir: Salah Kelola Bisa Jadi Kluster Baru

Lihat videonya mulai menit ke-00:50:

Ali Ngabalin Sebut Jokowi Ingin New Normal agar Rakyat Tak Kelaparan

Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP) Ali Ngabalin mengungkap alasan Presiden Joko Widodo (Jokowi) memutuskan untuk segera menerapkan tatanan kehidupan  baru atau New Normal.

Hal itu diungkapkan Ali Ngabalin saat menjadi narasumber di acara Dua Sisi tvOne pada Jumat (29/5/2020).

Ali Ngabalin menjelaskan bahwa pemerintah mengambil keputusan tersebut berdasarkan dengan banyak pertimbangan, termasuk masalah kesiapan rumah sakit.

Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP), Ali Mochtar Ngabalin dalam saluran YouTube Official iNews, Selasa (26/5/2020). Ali Mochtar Ngabalin angkat bicara soal rencana pembukaan mal di wilayah DKI Jakarta. (YouTube Official iNews)

• Masih Mengkaji New Normal Sektor Pendidikan, Menko PMK Muhadjir: Salah Kelola Bisa Jadi Kluster Baru

"Yang pasti begini saya pastikan bahwa tidak mungkin satu kebijakan yang diambil oleh pemerintah itu tanpa ada pertimbangan, baik dari pertimbangan penelitian, para ahli, dan lain-lain termasuk di antaranya adalah kesiapan rumah sakit," ujar Ngabalin.

Selain itu, pemerintah juga fokus mengawasi kemampuan tes spesimen.

"Kemudian tadi survaillance-nya kekuatan seberapa jauh kemampuan pemerintah dalam melakukan tes spesimen," ungkap dia.

Ngabalin menjelaskan, satu di antara alasan New Normal akan segera diberlakukan lantaran vaksin juga baru bisa digunakan dalam beberapa tahun ke depan.

"Kemudian juga ada hal yang paling terpenting itu, kan kita mendapatkan pengumuman informasi yang disampaikan oleh organisasi kesehatan dunia terhadap vaksin dan obat yang kemungkinan itu tidak dalam satu dua minggu atau tidak dalam satu dua bulan ditemukan."

"Tapi dua tahun sampai dua tahun delapan bulan begitu informasinya," katanya.

Sehingga, Jokowi ingin selama menunggu vaksin itu masyarakat tetap bisa produktif tanpa melupakan protokol kesehatan.

Ngabalin mengatakan, Jokowi juga tak ingin masyarakatnya kelaparan akibat ekonomi terhenti selama pandemi Covid-19.

• Adaptasi New Normal, Taman Hiburan di Jepang Larang Penumpang Roller Coaster untuk Berteriak

"Artinya apa dalam keseharian kita ini bergelut dengan virus ya kan? Itu sebabnya kenapa Bapak Presiden mengatakan harus produktif dan aman."

"Presiden itu juga tak mau rakyatnya terpapar Corona juga tak mau lapar ini, rakyatnya tidak boleh lapar," tegas Ngabalin.

Ngabalin menegaskan Pemerintah Pusat juga mengambil keputusan itu dengan pertimbangan Pemerintah Daerah (Pemda).

"Pemerintah tidak akan mungkin mengambil satu keputusan sendiri sepihak tanpa melakukan dialog dan bicara dengan Pemda itu satu," ungkap dia.

Saat ditanya bagaimana dengan daerah yang penyebaran Virus Coronanya masih tinggi, Ngabalin justru menegaskan bahwa New Normal itu bukan berarti tak ada protokol kesehatan.

Dalam New Normal masyarakat tetap harus menerapkan protokol kesehatan.

"Yang kedua New Normal itu diberlakukan pun tidak berarti kita bebas daripada protokol kesehatan, tetap kita harus memegang teguh protokol."

"Jaga jarak, pakai masker, cuci tangan dan lain-lain sebagainya, karena kenapa begitu, karena virus itu masih ada di sekitar kita, hari-hari bersama dengan kita," ungkapnya.

• Warga yang Tak Patuhi Protokol Kesehatan saat New Normal Bisa Didenda Rp 100 Juta dan Dipenjara

 

(TribunWow.com/Mariah Gipty)