Jasad ABK Dibuang ke Laut

Fakta ABK, Dibayar Rp 750.000 per Bulan, Dipaksa Melakukan Perbuatan Ilegal dan Kerja selama 18 Jam

Penulis: Noviana Primaresti
Editor: Tiffany Marantika Dewi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Sebuah tangkapan layar dari video yang dipublikasikan media Korea Selatan MBC memperlihatkan, seorang awak kapal tengah menggoyang sesuatu seperti dupa di depan kotak yang sudah dibungkus kain berwarna oranye. Disebutkan bahwa kotak tersebut merupakan jenazah ABK asal Indonesia yang dibuang ke tengah laut oleh kapal asal China.

TRIBUNWOW.COM - Viralnya berita dugaan eksploitasi awak kapal Indonesia yang bekerja di Kapal berbendera China menyita perhatian masyarakat.

Berita anak buah kapal (ABK) dari Kapal Long Xing 629 ini sempat trending di Korea Selatan, lokasi pertama kasus ini terungkap.

Kanal berita Korea Selatan memberitakan tayangan video dimana jenazah tiga ABK asal Indonesia yang meninggal di kapal tersebut dibuang ke laut.

Indikasi Perdagangan Manusia di Balik Kasus ABK Kapal China, Komnas HAM Soroti Pekerja di Bawah Umur

Kasus tersebut terungkap setelah ada ABK yang berhasil melarikan diri saat kapal berlabuh di Busan, Korea Selatan.

ABK tersebut langsung meminta pertolongan dan melaporkan pengalamannya pada otoritas di negara tersebut.

Melalui kesaksian awak kapal yang selamat, petugas mencurigai adanya potensi eksploitasi dan perbudakan ABK di kapal tersebut.

Berikut sejumlah fakta yang dirangkum TribunWow.com terkait kasus ABK Kapal Long Xing 629 tersebut.

Bekerja Selama 18 Jam Tanpa Makanan yang Layak

Riski Fauzan, seorang ABK yang berhasil selamat dari kapal tersebut menuturkan bahwa ia dan rekan-rekannya dipaksa bekerja.

Riski bercerita selama 13 bulan bekerja di sana, kehidupan yang ia lalui begitu berat dan penuh diskriminasi.

Dikutip dari YouTube tvOneNews, Kamis (7/5/2020), awalnya Riski menceritakan bagaimana suasana kerja di atas Kapal Longxing 629 China.

Ia menceritakan bagaimana para ABK harus bekerja selama 18 jam sehari yang menyebabkan kelelahan.

"Seperti jam kerjanya yang terlalu lama," kata Riski.

"Jadi membuat kami untuk enggak kuat," tambahnya.

Kesaksian ABK yang selamat dari kapal China, Riski Fauzan, Kamis (7/5/2020). (Capture YouTube TvOne)

Tak hanya jam kerja yang sangat lama, Riski mengatakan kondisi kesehatan para ABK juga tidak terjaga karena pola makan dan minum yang tidak sehat.

Riski mengatakan dirinya dengan orang-orang Indonesia lainnya hanya memakan umpan pancing yang cenderung basi karena sudah terlalu lama di dalam pendingin.

Sedangkan untuk minum, Riski dan para ABK Indonesia meminum air laut yang telah melalui proses filtrasi.

Para ABK tersebut juga tidak mendapatkan perawatan bila sakit, dan setelah meninggal, jenazah mereka akan dibuang ke laut begitu saja.

Lihat tayangan selengkapnya mulai dari menit pertama:

Melakukan Tindakan Ilegal

Kapal Long Xing 629 merupakan kapal yang memiliki izin untuk menangkap ikan Tuna.

Namun pada prakteknya, kapal tersebut malah melakukan perbuatan ilegal dengan menangkap Hiu yang dilindungi.

Dilansir Kompas.com, Rabu (6/5/2020), awak kapal tersebut dipaksa terlibat dalam penangkapan Hiu dengan tongkat panjang.

Bahkan,menurut aktivis lingkungan Korea Selatan Lee Yoong Ki, setiap harinya kapal tersebut bisa menangkap hingga 20 ekor Hiu.

Dikabarkan ditemukan 16 kotak sirip Hiu di kapal tersebut yang seluruhnya berbobot sekitar 800 kilogram.

Para ABK asal Indonesia bekerja di kapal penangkap ikan yang memburu sirip hiu. (KFEM via bbc.com)

Kelompok pemerhati lingkungan yakin bahwa kapal tersebut enggan berlabuh meskipun ada krunya yang meninggal atau sakit.

Hal ini disebabkan adanya kekhawatiran mereka akan diperiksa oleh petugas pelabuhan atau bea cukai.

Pasalnya, jika ketahuan melakukan penangkapan Hiu yang dinyatakan ilegal, mereka bisa mendapatkan sanksi yang sangat berat.

Oleh sebab itu, mereka tidak memeriksakan ABK yang sakit atau berlabuh untuk melakukan kremasi pada jenazah ABK yang meninggal.

Hanya Dibayar Rp 750 ribu per Bulan

Perusahaan penyalur tenaga kerja, PT L, yang mengirim para ABK tersebut, resmi dilaporkan ke Bareskrim Polri, Jumat (8/5/2020).

Pihak pelapor adalah Pengacara Margono Surya dan partner yang telah mengantongi sejumlah bukti, dan telah melakukan penyidikan terkait kasus tersebut.

Dilansir KompasTV, Sabtu (9/5/2020), mewakili Kantor Pengacara Margono Surya dan partner, David Surya membeberkan hasil penyelidikan mereka.

Ia mengungkapkan data rincian upah yang didapat dari bukti surat perjanjian kerja milik almarhum Effendi Pasaribu, yang meninggal di kapal tersebut.

"Mungkin selama ini teman-teman belum tahu informasi upahnya berapa sih.Upahnya itu hanya 300 US Dolar satu bulan," tutur David.

Perwakilan Pengacara Margono Surya dan partner, David Suryo, membeberkan jumlah gaji ABK yang diduga mengalami pelanggaran HAM oleh perusahaan pemilik Kapal Long Xing 629. (YouTube KompasTV)

Melalui penghitungan kurs, 300 dolar Amerika Serikat tersebut hanya setara sekitar 4,5 juta rupiah, itu pun tidak diberikan secara utuh.

"Lalu yang diberikan, uraiannya adalah 50 dolar itu diberikan ketika kapal sandar, 100 dolar disimpan oleh pemilik kapal, 150 akan diberikan kepada keluarga, atau disimpan oleh agensi," imbuhnya.

Setelah melalui pemotongan di sana- sini, upah yang diterima oleh para ABK tersebut hanya seperenam dari total upah yang dijanjikan.

Mereka hanya diberikan 50 dolas AS atau sekitar 750 ribu rupiah, jauh di bawah total upah yang dijanjikan.

"Jadi dari 300 dolar, hanya 50 dolar saja yang diterima oleh almarhum," ungkap David.

David kemudian menuturkan kembali bahwa total upah tersebut dibebani biaya lagi sebesar 600 dolar, sehingga bayaran mereka tiap bulannya kembali mengalami pengurangan.

"Lalu kemudian masih ada lagi pengurangan USD 600 dolar untuk pengurusan dokumen almarhum. Jadi upahnya harus dikurangi lagi 600 dolar, baru habis itu ada jaminan deposit 800 dolar," jelas David.

Tak berhenti di situ, pada ABK dari Kapal Long Xing bebendera China tersebut juga diancam sanksi denda.

"Lalu ada lagi sanksi 1600 US dolar kalau tiba-tiba almarhum berhenti," terang David.

"Lalu kalau almarhum pindah kapal kena lagi sanksi 5000 US dolar," lanjutnya.

Meskipun surat perjanjian kerja tersebut sudah disetujui oleh almarhum, namun David menyatakan bahwa hukum akan tetap dapat berjalan karena ada dugaan perdagangan orang dalam kasus ini.

"Jadi jelas ini penyalahgunaan posisi rentan dalam perdagangan orang, dan persetujuan dari almarhum tidak menghilangkan tindak pidana perdagangan orang ini," pungkasnya.

Lihat tayangan selengkapnya dari menit pertama:

(TribunWow.com)