Dalam peringatan tersebut, FSPMI akan menuntut mengenai penolakan terhadap RUU Omnibus Law Cipta Kerja.
Mereka juga akan menyuarakan penolakan pemutusan hubungan kerja (PHK) efek dari pandemi Covid-19, dan meminta agar buruh yang dirumahkan tetap mendapat gaji dan THR yang dibayar penuh.
Dalam aksi secara virtual tersebut, anggota FSPMI akan diminta untuk membuat tagar dengan kata-kata yang sama secara serempak.
Mereka diharapkan mengunggah tulisan, gambar, atau video dan memasang tagar #TolakOmnibusLaw, #StopPHK dan #LiburkanBuruhDenganUpahTHRPenuh.
"Setiap anggota secara serentak wajib nge-tweet, update status Facebook dan Instagram pada tanggal 1 Mei di jam 04.00 dan 12.00 WIB," tandas Riden.
Isu Penolakan RUU Cipta Kerja
Dalam peringatan hari buruh, biasanya para pekerja akan menyuarakan sejumlah isu terkait kesejahteraan para buruh.
Untuk tahun 2020 ini, yang tengah ramai menjadi sorotan adalah mengenai RUU Cipta Kerja (Omnibus Law Cipta Kerja) yang menimbulkan polemik.
Pasalnya, RUU tersebut dinilai kurang memperhatikan kesejahteraan buruh karena dirasa terlalu memihak pada kepentingan investor.
• Aksi Gejayan Memanggil, Massa Mulai Ramai Berdatangan Tuntut RUU Omnibus Law Cipta Kerja
Dilansir Kompas.com, Jumat (1/5/2020), Sekjen Serikat Pekerja Media dan Industri Kreatif untuk Demokrasi (Sindikasi), Ikhsan Raharjo bahkan mengatakan bahwa RUU tersebut berpotensi menciptakan perbudakan modern.
"Semangat perbudakan modern itu sangat kuat terasa dalam draf yang kita semua bisa baca hari ini," ujar Ikhsan.
Oleh karenanya, sejumlah pihak telah mendesak pembatalan RUU tersebut karena dinilai akan berdampak buruk pada kesejahteraan para buruh.
Salah satunya adalah Federasi Buruh Lintas Pabrik (FBLP) yang menyatakan ketidaksetujuannya akan RUU tersebut.
Hal ini disampaikan oleh Ketua Umum FBLP, Jumisih, yang mengatakan bahwa pihaknya gencar menggaungkan kampanye pembatalan RUU tersebut.
Ia menyebutkan bahwa kampanye pembatalan tersebut merupakan strategi agar pemerintah segera mengambil sikap.