Komisioner KPU Terjaring OTT KPK

Bahas Harun Masiku, Refly Harun Turut Sindir Gerindra: Menarik Orang-orang yang Tidak Berhak

Penulis: anung aulia malik
Editor: Ananda Putri Octaviani
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Harun Masiku menilai PDIP, dan Gerindra sama-sama memilih orang yang tidak kompeten untuk menduduki kursi DPR, Selasa (21/4/2020).

 Simak videonya mulai menit ke-11.44: 

Kejanggalan Kasus Harun Masiku

Pada segmen sebelumnya, Refly telah menyoroti sejumlah fakta-fakta aneh pada diri Harun Masiku.

Ia mengatakan kesempatan Harun Masiku menjadi anggota DPR sangatlah kecil, karena perolehan suaranya berada di urutan keenam.

"Kenapa tiba-tiba Harun Masiku ngotot ingin menjadi anggota DPR, padahal perolehan suaranya hanya nomor 6," kata Refly.

Refly juga menyinggung soal upaya PDIP yang terus-terusan memperjuangkan Harun Masiku agar bisa mendapat posisi di Senayan.

"Lalu kemudian kenapa Partai PDIP mau memperjuangkan dia," lanjutnya.

Hingga fakta keterlibatan sejumlah nama besar seperti mantan Komisioner KPU Wahyu Setiawan dalam kasus Harun Masiku.

"Kenapa pula kemudian tiba-tiba harus membayar kepada anggota KPU Wahyu Setiawan yang akhirnya dicopot oleh Komisi Pemberantasan Korupsi bersama mantan anggota Bawaslu Tio Agustina Fridelina, dan satu orang lagi Saiful Bahri," papar Refly.

Meninggalnya Caleg Terpopuler

Refly menjelaskan peristiwa Harun Masiku bermula saat calon legislatif PDIP daerah pemilihan (Dapil) Sumatera Selatan (Sumsel) I meninggal dunia.

Pria yang masih merupakan saudara almarhum suami Megawati Soekarnoputri itu telah tutup usia pada tahun 2019.

Tak disangka, nama Nazaruddin kiemas justru memperoleh suara terbanyak saat pemilihan legislatif 2019.

"Ndelalahnya (tak disangka-sangka -red) pada hari H pemilihan, yang bersangkutan (Nazaruddin Kiemas) mendapatkan suara terbanyak, pertama, melebihi calon-calon PDIP lainnya di Dapil Sumsel I," papar Refly.

CCTV rekaman Harun Masiku di Bandara Soekarno-Hatta (Kolase (youtube kompastv) dan (kpu.go.id))

Refly lalu menjelaskan berdasarkan aturan KPU suara kepada orang yang meninggal tetap sah, namun menjadi suara partai politiknya.

"Aturan KPU mengatakan bahwa suara ini tetap sah dihitung suara Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, walaupun orangnya sudah meninggal, karena ini adalah sistem proporsional," kata Refly.

Halaman
1234