TRIBUNWOW.COM - Menteri Hukum dan HAM (Menkumham), Yasonna Laoly, mengungkap alasan soal pembebasan narapidana untuk mencegah penyebaran Virus Corona di dalam sel.
Dilansir TribunWow.com, Yasonna Laoly menjelaskan ada sejumlah narapidana yang memang dalam kondisi memprihatinkan, seperti ibu hamil, yang perlu dibebaskan.
Karena itu, ia menilai orang-orang yang menolak pembebasan narapidana itu tak memiliki rasa kemanusiaan.
Pernyataan itu disampaikan Yasonna Laoly secara menggebu-gebu dalam acara Indonesia Lawyers Club (ILC), Selasa (7/4/2020).
• Memaklumi Alasan Masyarakat untuk Tetap Mudik, Aa Gym: Ini Situasi yang Sulit bagi Semua Pihak
• Masih Tetap Ditagih Cicilan, Sopir Taksi Online Ini Mengadu ke Jokowi Lewat Video sambil Menangis
Pada kesempatan itu, mulanya Yasonna menyinggung soal sejumlah narapidana dalam masa kehamilan yang perlu segera dibebaskan dari penjara.
"Karena orang-orang inilah yang rentan, yang menyusui perempuan hamil ada 142 orang Bang Karni," kata Yasonna.
"Karena menurut undang-undang wanita yang punya anak dua tahun masih bisa dalam lapas penjara jadi dia bisa memelihara anaknya sampai dua tahun di dalam lapas."
Yasonna menyatakan, kondisi tersebut menjadi satu di antara alasannya kemudian melakukan pembebasan narapidana karena Virus Corona.
Ia juga mengaku ingin mengetahui reaksi publik terhadap kebijakan itu.
"Saya berpikir, bagaimana ini? Ini inhuman kalau kita dalam kondisi seperti ini, apalagi dalam kondisi bayi, kita keluarkan dulu deh," ujar Yasonna.
"Tapi kita hitung dulu reaksi publik seperti apa."
Lebih lanjut, Yasonna menyoroti soal kekhawatiran publik soal peluang tindakan kriminal yang kembali dilakukan para narapidana selepas meninggalkan lapas.
Meskipun hal itu sudah terjadi di Bali, Yasonna menilai hal itu tak sebanding dengan ribuan jumlah narapidana yang dibebaskan.
Hingga kini, ia mengklaim tak ada keributan yang diciptakan para narapidana tersebut.
• Imbau Masyarakat untuk Tidak Mudik, Aa Gym: Jangan Sampai Pulang Menjadi Bencana Bagi Keluarga
"Ini kan melihatnya mudah saja, ada yang mengatakan '32 ribu napi di jalan akan menjadi bahaya nasional'," jelas Yasonna.
"Ditarik argumentasinya, memang ada satu orang keluar langsung mencuri lagi. Tapi bayangkan 35 ribu sampai sekarang masih aman-aman saja, ini alasan kemanusiaan."
Lantas, Yasonna bahkan menyebut pembebasan narapidana tak hanya dilakukan oleh Indonesia.
Menurut dia, semua negara di dunia melakukan hal yang sama untuk mencegah penyebaran Virus Corona.
"Rekomendasi PBB, rekomendasi sub komite anti-penyiksaan Bang Karni. Dunia melakukan hal yang sama," kata dia.
Bahkan, Yasonna menyatakan pihak yang menolak pembebasan narapidana itu tak memiliki rasa kemanusiaan.
"Makanya saya mengatakan hanya orang yang tumpul rasa kemanusiaannya dan tidak mengerti sila kedua Pancasila yang tidak dapat menerima pelepasan napi 35 ribu itu," tukasnya.
• Sebut PSBB Hasil Kebijakan Ambigu Pemerintah, Agus Pambagio: Harus Lebih Kuat dari Social Distancing
Simak video berikut ini menit ke-20.00:
Kritikan Refly Harun pada Yasonna Laoly
Pada kesempatan itu, sebelumnya Pakar Hukum Tata Negara, Refly Harun terang-terangan mengkritik pernyataan Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Laoly.
Dilansir TribunWow.com, terkait hal itu, Refly Harun bahkan menyebut Yasonna Laoly sudah empat kali ingin membebaskan sejumlah narapidana, namun selalu ditolak Presiden Joko Widodo (Jokowi).
"Pak menteri ini termasuk orang yang menurut catatan saya sejak 2015 sudah empat kali ingin mengubah PP (Peraturan Pemerintah) itu," ujar Refly.
"Jadi PP 99 tahun 2012 yang dibuat dalam masa pemerintahan SBY itu sudah berkali-kali ingin diubah soal pengetatan remisi bagi napi koruptor, teroris, narkoba, kemudian kejahatan transnasional dan lain sebagainya."
Menurut Refly, Jokowi selalu menolak keinginan Yasonna untuk membebaskan sejumlah narapidana.
• Jelang PSBB Jakarta, Agus Pambagio Tekankan 2 Hal: Bantuan Harus Segera Turun dan Jangan Dikorupsi
Meskipun begitu, ada satu usulan yang menurutnya diterima Jokowi, yakni soal revisi Undang-undang KPK.
"Jadi sudah berkali-kali dan saya pikir itu karena paradigma berpikir dia karena dia kan ilmunya memang kalau enggak salah kriminologi," jelas Refly.
"Tetapi kan masalahnya adalah berkali-kali pula presiden Jokowi mengatakan tidak walapun untuk revisi undang-undang KPK lolos juga."
Terkait revisi UU KPK, Refly justru menyinggung Fadjroel Rachman yang turut hadir dalam acara tersebut.
Ia mengungkap latar belakang Fadjroel Rachman yang merupakan seorang aktivis anti-korupsi.
"Mas Fadjroel jangan marah soalnya dulu dia kan aktivis anti-korupsi, sekarang kan juru bicara presiden," jelasnya.
Lebih lanjut, Refly mengatakan bahwa seorang menteri tak selayaknya memiliki visi dan misi sendiri.
Karena itu, menurutnya Yasonna seharusnya berhenti membicarakan soal pembebasan narapidana.
"Karena itu menurut saya berhenti ngomongnya, mengemukakan perspektif pribadi karena itu kan sudah ada garis presidennya."
"Karena yang namanya menteri kan pembantu presiden jadi enggak punya visi dan misi sendiri."
• Sindir Wacana Pembebasan Napi Korupsi, Effendi Gazali Buat Karni Ilyas Tertawa: Kalau Keluar Rugi
Lantas, ia mengkritik ucapan Yasonna yang juga sempat hadir di ILC.
Refly menyayangkan ucapan Yasonna yang menyebut narapidana yang tak memiliki uang tak layak mendapatkan justice collaborator (JC).
Justice collaborator (JC) merupakan saksi pelaku yang bekerjasama dengan penyidik atau jaksa penuntut umum dalam mengungkap kasus tertentu.
"Yang kedua, tadi ada pernyataan yang sangat menarik soal justice collaborator (JC) yang katanya 'Udahlah if you dont have any money (Jika Anda tdak punya uang -red) ya enggak akan dapat JC'," kata Refly.
"Ini pernyataan yang sangat menurut saya yang sangat serius menurut saya yang disampaikan seorang menteri, bayangkan coba," tukasnya. (TribunWow.com)