Virus Corona

Status Kedaruratan Kesehatan oleh Jokowi, Perhatikan yang Tak Boleh Dilakukan hingga Ancaman Hukuman

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Jokowi menyatakan Covid-19 sebagai penyakit berisiko yang dapat menimbulkan kedaruratan dan kesehatan masyarakat.

Bunyi pasal tersebut secara eksplisit adalah Pembatasan Sosial Berskala Besar merupakan bagian dari respons Kedaruratan Kesehatan Masyarakat.

Apa dampak status Kedaruratan Kesehatan Masyarakat?

Masih berdasarkan regulasi yang sama, Undang Undang tentang Kekarantinaan Kesehatan, status Kedaruratan Kesehatan Masyarakat ditetapkan dan dicabut oleh pemerintah pusat.

Sebelum menetapkan status ini, pemerintah pusat terlebih dahulu harus menetapkan jenis penyakit dan faktor risiko yang dapat menimbulkan kedaruratan.

Hal ini disampaikan Presiden Jokowi dalam keterangan persnya di Istana Bogor, Selasa (31/03), sehari setelah Presiden memutuskan dalam rapat kabinet untuk memberlakukan PSBB.

"Menyatakan Covid-19 sebagai penyakit berisiko yang dapat menimbulkan kedaruratan dan kesehatan masyarakat," kata Jokowi.

Dalam situasi kedaruratan kesehatan masyarakat, pemerintahan Jokowi dapat menetapkan dan mencabut penetapan pintu masuk dan/atau wilayah di dalam negeri yang terjangkit kedaruratan kesehatan masyarakat (Pasal 10 ayat 2).

Pintu masuk yang dimaksud adalah tempat masuk dan keluarnya alat angkut, orang, dan/atau barang, baik berbentuk pelabuhan, bandar udara, maupun pos lintas batas darat negara.

Ketentuan tentang penetapan pintu masuk ini diatur melalui Peraturan Pemerintah.

Selain itu, pemerintah pusat dapat menetapkan karantina wilayah di pintu masuk yang tata cara pelaksanaannya diatur melalui Peraturan Pemerintah (Pasal 14 ayat 1 dan 2).

Sebelum mengumumkan pemberlakuan pembatasan sosial skala besar Presiden Jokowi telah mengimbau kepada masyarakat untuk belajar, bekerja dan beribadah dari rumah dalam upaya pembatasan sosial (social distancing) guna menghentikan penyebaran Covid-19.

Hal ini menyusul penetapan status Covid-19 sebagai bencana nonalam oleh Ketua Satgas Pelaksana Percepatan Penanganan Covid-19, Doni Monardo.

"Karena virus ini sudah dikategorikan pandemi global, statusnya bencana nonalam," kata Doni, Sabtu (14/03).

Istilah social distancing kemudian diubah menjadi physical distancing, alasannya karena 'kurang bagus'.

"Social distancing itu nampaknya kurang bagus istilahnya, lalu ada istilah physical distancing yang lebih dianjurkan lagi, untuk menggunakan istilah jarak fisik," kata Menko Polhukam Mahfud MD saat teleconference dengan wartawan di Jakarta, Senin (23/03).

Halaman
1234