Beberapa negara membuat kebijakan ketat.
Maidar sendiri mengaku mulai mengurangi agenda yang berhubungan dengan manusia.
“Semua kerja menggunakan sistem teleworking, remote jarak jauh,” tambahnya.
“Saya tidak mau kontak siapun, kami belanja sistem online, semua stok dikirim ke rumah tanpa kontak manusia,” imbuh Maidar.
“Tragedi di Italia, Prancis, juga sebagian Jerman, mulai panik kita semua. Saya tidak tahu apakah Indonesia bisa aman,” sambungnya lagi.
Maidar pun berharap Aceh bisa belajar banyak dari kasus-kasus yang terjadi di sejumlah negara terpapar.
Ia menyarankan lalu lintas manusia antara Aceh dan Sumatera Utara (Sumut) dibatasi atau ditutup total selama dua minggu.
• Kabar Gembira, Kemenag Perpanjang Waktu Pelunasan Biaya Haji 2020 di Tengah Pandemi Virus Corona
• Sebut Tak Bermoral, Abetnego Tarigan Ogah Bahas Statistik Korban Tewas Corona: Logikanya akan Tambah
“Seharusnya, perbatasan Aceh-Sumut, khususnya transfer manusia jaringan kota-kota besar yang punya interaksi global dan dekat episentrum virus, seperti Medan yang banyak kontak dengan negeri jiran di Asean, sementara dibatasi atau karantina total,” sarannya.
“Perbatasan Aceh harus tutup total minimal dua minggu, atau jarak fisik dan sosial dibatasi intensif."
"Ikuti saran WHO atau lembaga resmi,” tambah Maidar.
Ia berharap semua pihak di Aceh agar kompak.
Istirahatkan Aceh minimal selama dua minggu tanpa arus lalu lintas manusia, kecuali barang agar ada fase netral sejenak.(yocerizal)
Artikel ini telah tayang di serambinews.com dengan judul Kisah Warga Aceh di Jerman Hindari Corona, Sembunyi di dalam Bunker dan Harus Belanja Online