Pilpres 2024

MK Putuskan dalam Pemilu 2024 Pemilihan Presiden Tak Bisa Dipisahkan dengan Pemilihan DPR dan DPD

Editor: Ananda Putri Octaviani
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Sidang pembacaan putusan pengujian undang-undang di Gedung MK, Jakarta Pusat, Rabu (26/2/2020).

"Bahwa telah tersedia berbagai kemungkinan pelaksanaan pemilu serentak sebagaimana dimaksud diatas, penentuan model yang dipilih menjadi wilayah bagi pembentuk uu untuk memutuskannya," kata dia.

3. Pemilu 5 kotak

Majelis hakim MK memutuskan bahwa pemilihan presiden dan wakil presiden, anggota DPR, serta anggota DPD harus dilakukan secara serentak dalam satu waktu.

Oleh karenanya, apabila pemangku kebijakan ingin menggabungkan pemilu DPR dan DPD dengan pemilu DPRD, pemilihan presiden dan wakil presiden juga harus ikut digabungkan.

"Pemilihan umum serentak dengan cara menyerentakkan pemilihan umum anggota lembaga perwakilan DPR, DPD, dan DPRD dengan pemilihan umum presiden dan wakil presiden masihterbuka kemungkinan ditinjau dan ditata kembali," kata Hakim Saldi Isra.

"Peninjauan dan penataan demikian dapat dilakukan sepanjang tidak mengubah prinsip dasar keserentakan pemilihan umum dalam praktik sistem pemerintahan presidensial, yaitu tetap mempertahankan keserentakan pemilihan umum untuk memilih anggota lembaga perwakilan rakyat tingkat pusat yaitu DPR dan DPD, dengan pemilihan presiden dan wakil presiden," lanjutnya.

Analisis Formasi dan Susunan Pemain Persib Bandung di Liga 1 2020, Pembuktian Duet Striker Anyar

Artinya, dengan penjelasan mahkamah tersebut, ke depan pemilu serentak 5 kotak suara untuk memilih presiden dan wakil presiden, anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, serta DPRD kabupaten/kota sebagaimana pemilu 2019 tetap dapat diterapkan.

Adapun penggabungan penyelenggaraan pemilu presiden dan wakil presiden, DPR, serta DPD, menurut MK, bertujuan untuk menguatkan sistem presidensiil di pemerintahan Indonesia.

4. Tak berubah-ubah

Mahkamah menilai bahwa mekanisme atau model pelaksanaan pemilu serentak hanya dapat ditentukan oleh pembentuk undang-undang.

Meski begitu, MK meminta supaya model pelaksanaan pemilu tidak terus menerus diubah.

"Tidak acap kali merubah model pemilihan langsung yang diselenggarakan serentak sehingga terbangun kepastian dan kemapanan pelaksaan pemilu," kata Hakim Saldi Isra.

Menurut Saldi, MK hanya sebatas menyarankan model pemilu serentak membuat penegasan mengenai makna keserentakan yang diatur dalam Undang-undang Pemilu dan UU Pilkada.

Namun demikian, dalam menentukan model pelaksanaan pemilu, pembuat undang-undang diminta untuk mempertimbangkan sejumlah hal.

Misalnya, melibatkan partisipasi masyarakat jika akan memilih model yang berimplikasi pada perubahan undang-undang.

Kemudian, jika model yang akan diterapkan membutuhkan revisi UU, maka revisi harus dilakukan seawal mungkin sehingga dapat dilakukan simulasi pelaksanaan pemilu model tersebut.

Selain itu, MK juga meminta pembentuk undang-undang menentukan dengan cermat seluruh implikasi teknis atas pilihan model yang tersedia.

Sehingga diharapkan pelaksanaanya tetap dapat mewujudkan pemilihan umum yang berkualitas.

"Pilihan model selalu memperhitungkan kemudahan dan kesederhanaan bagi pemilih dalam pelaksanaan hak untuk memilih sebagai wujud hak kedaulatan rakyat," kata Saldi.

5. Tertutup peluang pisahkan pileg dan pilpres

Mewakili pihak pemohon, Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Fadli Ramadhanil menilai, putusan MK terkait hal ini telah mengakhiri polemik pemisahan pemilu presiden dengan pemilu legislatif.

Pasalnya, dalam putusannya, MK telah menegaskan bahwa keserentakan pemilu yang konstitusional adalah yang menggabungkan pemilihan presiden dan wakil presiden, anggota DPR, serta DPD.

Sehingga, tertutup peluang untuk memisahkan pilpres dengan pileg.

"Satu hal prinsip yang sangat mendasar dan menurut saya ini menghentikan perdebatan juga, karena akhir-akhir ini kan mulai muncul perdebatan untuk kemudian memisahkan lagi pileg dengan dengan pilpres," kata Fadli usai sidang pembacaan putusan di Gedung MK.

"Dengan putusan ini, MK menegaskan bahwa pemilu yang konstitusional itu adalah pemilu yang menyerentakkan pemilu presiden, DPR dan DPD. Itu tidak boleh digeser," lanjutnya.

Fadli mengatakan, pihaknya mengapresiasi putusan tersebut.

Menurut dia, dengan putusan ini MK telah memberikan batasan yang sangat mendasar mengenai desain pemilu di indonesia.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Perludem Titi Anggraini mengatakan, meski ditolak, putusan MK sebenarnya sepaham dengan permohonan yang diajukan pihaknya.

Bedanya, Perludem meminta supaya MK secars tegas memisahkan antara pemilu nasional yang terdiri dari pemilihan presiden dan wakil presiden, anggota DPR, serta DPD, dengan pemilu lokal yang memilih anggota DPRD dan kepala daerah.

Sedangkan putusan MK, menyerentakkan pemilihan presiden dan wakil presiden, anggota DPR, serta DPD. Di luar itu, MK menyerahkannya pada pembuat undang-undang.

"Tinggal kemudian pembuat undang-undang, DPR, tidak berpikir lagi untuk mundur ke belakang untuk memisahkan antara pemilu DPR dengan pemilu presiden karena pesan MK sudah tegas pemilu yang dibarengkan antara DPR, DPD, presiden," kata Titi. (*)

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Tertutupnya Peluang Pisahkan Pilpres dan Pileg...". dan judul "MK Putuskan Pilpres Digelar Serentak dengan Pemilihan DPR dan DPD "