Sejak akhir Januari, berbagai negara di dunia, dipimpin Amerika Serikat, mulai mengevakuasi warga mereka dari Wuhan dan kota-kota di sekitar.
Namun, ribuan mahasiswa, pekerja, dan keluarga Afrika tetap bertahan di Provinsi Hubei saat ada larangan keluar dan masuk daerah tersebut.
Beberapa di antara mereka menilai pemerintah mereka seharusnya berbuat lebih banyak untuk menolong.
"Kami adalah putra dan putri Afrika namun Afrika tidak bersedia datang menyelamatkan kami ketika kami sangat memerlukan," kata Tisiliyani Salima, mahasiswa kedokteran dari Universitas Kedokteran Tongji sekaligus ketua persatuan pelajar Zambia di Wuhan.
Hampir sebulan terakhir, Salima mengarantina dirinya sendiri.
Waktu mulai bergulir tanpa arti bagi mahasiswa berusia 24 tahun ini. Dia menghabiskan harinya dengan tidur dan memeriksa berita terkini dari media sosial China.
Dia bertindak sebagai penghubung antara Kedutaan Zambia dan 186 mahasiswa Zambia yang hidup dalam karantina di Wuhan.
Banyak yang khawatir dengan keamanan pangan, pasokan keperluan hidup, dan kurangnya informasi di kota yang pekan ini dilanda rata-rata 100 kematian setiap hari.
Dia hanya bisa menyaksikan ketika teman-teman sekampusnya dari negara lain dievakuasi dari kota, sedangkan rekan-rekan senegaranya dibiarkan bertahan hidup.
"Kebanyakan negara bagian selatan Sahara di Afrika punya respons serupa," kata seorang mahasiswa yang tidak ingin identitasnya dipublikasikan.
"Dalam pernyataan publik atau secara privat, negara-negara Afrika berkata China bisa menangani situasinya. Namun, situasinya tidak terkontrol."
"Ketika saya mendengar pernyataan resmi, saya mendapat kesan bahwa negara-negara Afrika tidak ingin menyinggung China. Kami tidak punya posisi tawar," timpal mahasiswa tersebut.
China saat ini adalah mitra dagang terbesar Afrika dan hubungan kedua pihak terus menguat selama beberapa tahun terakhir.
Imbasnya, China menampung 80.000 mahasiswa Afrika, sebagian besar dalam program beasiswa.
Akan tetapi, para pemimpin komunitas mengatakan banyak keluarga serta orang tua dan muda telantar di Provinsi Hubei dengan sedikit atau tanpa bantuan dari pemerintah mereka.