Meski demikian, pistol itu hanya digunakan untuk menakut-nakuti.
"Kapal Taiwan nahkodanya bawa senjata, bawa pistol itu. Bukan ditembak tapi untuk menakut-nakuti," kata Rasmijan.
Merasa tertekan, lantas kapal Taiwan itu mundur.
Namun, tak berselang lama kapal Taiwan justru membawa pasukan kapal lain.
"Begitu dia merasa minder, selingnya kabrang talinya itu diputus sama tanggep, tas..tas.. dia lari."
"Tak pikir dia lari ya sudah dia lari, tahunya datang banyak kapal, 19 itu tak hitung," jelas Rasmijan.
Balik merasa tertekan, Rasmijan lantas menghubungi rekan-rekan nelayan lainnya.
"Wah aku ketakutan, lalu aku kontak ke temen-temen, Tegal, Pekalongan, Batang, Rembang, 90 kapal itu datang, terus bertengkar itu," lanjutnya.
Dengan bantuan tambahan, bentrok fisik terjadi semakin parah.
Mereka bertengkar menggunakan bahan-bahan bakar.
"Sampai pakai api diisi minyak tanah, ada bensin, dilempar-lempar itu, bakar-bakaran semaleman itu," katanya.
Rasmijan lalu mengatakan, pada 2010 ia sempat kembali bertemu dengan kapal Taiwan di perairan Natuna.
• Soal Natuna, Mahfud MD Tegaskan Enggan Berunding dengan China: Tidak Perang tapi Tak Mau Negosiasi
Kala itu, ia mengaku ketakutan dengan banyaknya kapal Taiwan.
Apalagi tidak ada petugas yang mengamankan.
"Makanya saya 2010 itu juga terjadi saya operasinya di Subi timurnya Natuna itu pulau Subi, di timur lautnya itupun banyak kapal Taiwan."