TRIBUNWOW.COM - Direktur Pusat Studi Korupsi Universitas Andalas, Feri Amsari memaparkan bagaimana revisi undang-undang KPK miliki banyak celah.
Feri mengingatkan kepada Pimpinan KPK baru untuk memperhatikan celah hukum yang ada di Undang-Undang nomor 19 tahun 2019.
Dikutip TribunWow.com, mulanya Feri membahas soal pernyataan Pimpinan KPK sebagai penyidik dan penuntut yang dihilangkan dalam UU 19 tahun 2019.
"Soal penyidik dan penuntut di Undang-Undang 30 '2002 di-declare (nyatakan) oleh undang-undang yang lama bahwa Pimpinan KPK adalah penyidik dan penuntut umum," kata Feri di acara 'SAPA INDONESIA MALAM' KompasTV, Sabtu (21/12/2019).
"Di undang-undang yang baru, pernyataan itu dihilangkan."
"Ini timbul pertanyaan-pertanyaan yang secara teknis harus betul-betul dijawab," tambahnya.
• Pimpinan KPK Nurul Ghufron Jawab Kegelisahan soal Izin Dewas yang Berbelit: Ada Aplikasi di KPK
Penghilangan pernyataan tersebut menurut Feri adalah hal serius.
Ia kemudian menyindir optimisme Pimpinan KPK yang baru karena belum banyak menghadapi masalah.
"Ini ada kendala luar biasa di peraturan," jelas Feri.
"Tentu beliau (Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron) masih sangat optimis."
"Tapi begitu menghadapi kendala-kendala besar, tiap hari pra-peradilan, ini akan menjadi hal yang rumit lagi."
"Banyak hal yang kemudian perlu dipersiapkan oleh Pimpinan KPK yang baru," tambahnya.
Feri mengatakan pembuatan revisi UU KPK dibuat dengan niat jahat yang miliki banyak celah.
Ia juga berharap Pimpinan KPK yang baru mampu memperbaiki celah-celah hukum yang ada di RUU KPK.
"Saya yakin undang-undang 19 itu dibuat dengan niat jahat," kata Feri.