Menurutnya, unsur subjektivitas dalam metode penilaian tersebut sangat tinggi.
Sudewo juga beranggapan potensi kecurangan dalam metode itu sangat besar.
"Dengan Ujian Nasional saja, dengan aturan yang sangat ketat, budaya orang Indonesia ingin sekali ada kasak-kusuk," katanya.
"Bagaimana dengan sistem seleksi yang semacam itu, yang membuka subjektivitas yang sangat tinggi? Ini sungguh berbahaya."
Meskipun demikian, Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Retno Listyarti menunjukkan bagaimana zonasi dapat menjadi solusi pendidikan yang berkeadilan.
"Pendidikan itu hak dasar. Hak dasar yang harus dipenuhi negara. Itu perintah konstitusi," katanya.
"Atas dasar itu, sebenarnya sistem zonasi itu berkeadilan."
"Di mana seorang anak itu bisa sekolah di mana pun tanpa melihat nilai ujian nasionalnya, tanpa melihat nilai yang lain, tetapi karena memang jarak dan yang kedua adalah kemampuan yang memang tidak hanya kecakapan akademik."
"Jadi artinya, ini sebenarnya pemenuhan hak dasar atas tanggung jawabnya terhadap pendidikan."
Retno menambahkan, kriteria utama dalam sistem zonasi adalah jarak dan kemampuan siswa.
Kuota tiga puluh persen siswa berprestasi yang diterima di sekolah juga tidak hanya didasarkan pada kemampuan kognitif.
Sudewo kembali mengkhawatirkan kecurangan yang mungkin terjadi pada sistem tersebut.
"Ini justru yang menimbulkan masalah baru," kata Sudewo.
Lihat video mulai menit ke 2:00