"Pertama tidak digunakan lagi sebagai penentu kelulusan, kedua tidak lagi digunakan menjadi standar untuk masuk jenjang berikutnya," papar Mochtar seperti yang dikutip TribunWow.com dari tayangan YouTube Talk Show tvOne, Kamis (29/11/2019).
"Tetapi dia (UN) digunakan sebagai alat untuk evaluasi," lanjutnya.
Mochtar lalu mengatakan, UN hanya diperuntukan untuk mengevaluasi apa yang dilakukan negara dalam menguji kualitas kurikulum dan keberhasilan.
"Jadi si anak didik digunakan sebagai alat pengujian bahwa nanti ada perubahan kebijakan, si anak yang diuji tadi tidak akan menikmati apa kebijakannya," papar Mochtar.
"Tapi dia tidak menjadi standar untuk dia masuk ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi."
Mochtar berpendapat pola ujian yang harusnya dilakukan adalah menguji kualitas anak didik sejak masuk sekolah.
Sehingga nantinya guru akan memfasilitasi anak didik sesuai dengan minat bakatnya.
"Na, baru di situ dilakukan model pengembangannya," ucap Mochtar.
Dengan model seperti itu, negara dapat mengevaluasi kualitas siswa melalui catatan yang ada.
• Anak Muda Keluhkan soal Keterampilan, Mendikbud Nadiem Makarim Paparkan Solusinya
Sementara itu, dukungan soal wacana Nadiem dalam menghapus UN juga disampaikan oleh Ketua Komisi X DPR RI dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Syaiful Huda.
Menurut Syaiful, standar yang ditetapkan melalui pelaksanaan UN tidak merata di sejumlah tempat.
"Standarisasi melalui UN di beberapa daerah tidak memenuhi asas keadilan."
"Sebab pelaksanaan kurikulum dan metode pengajaran relatif tidak sama antardaerah," ujar Syaiful Huda seperti yang dikutip dari Tribunnews.com, Jumat (29/11/2019).
Akan tetapi, politisi PKB itu meminta Nadiem Makarim untuk menggodok dengan matang wacana tersebut.
Hal tersebut dikarenakan kualitas pendidikan di sejumlah daerah di Indonesia tak sama.