Para siswa harus berbagi ruang untuk belajar.
Hanya dua orang guru yang mengajar 50 siswa.
Satu guru PNS dan satu guru honorer.
Kepada Diana, para siswa bercerita bahwa sekolah akan libur jika kepala sekolah harus ke kabupaten untuk urusan kedinasan.
Jika libur sudah mencapai seminggu, maka para siswa akan berangkat ke hutan mengikuti orangtua mereka mencari gaharu.
Bahkan sekolah pernah libur berbulan-bulan hingga setahun karena guru beralasan ada kegiatan kedinasan di kota.
Di surat terbukanya, Diana bercerita ada beberapa bangku di sekolahnya namun sudah reyot.
Salah seorang siswanya mencoba duduk di bangku tersebut. Tapi ternyata bangku tersebut langsung roboh.
Saat menulis di atas meja, mereka pun takut karena mejanya bergoyang.
"Ibu guru kami takut meja patah," kata seorang murid kepada Diana.
• VIDEO Pengakuan Guru SKM di Buleleng Miliki Perilaku Seks Menyimpang, Murid Diimingi Baju dan Pulsa
Secara diam-diam siswanya sepakat duduk di lantai dan harus membungkuk saat belajar menulis.
"Kami semua duduk melantai sambil belajar menulis abjad," tulis Diana.
Diana dalam suratnya bercerita bahwa banyak sekolah dijuluki sekolah ujian karena hanya aktif menjelang ujian semester dan ujian nasional.
Saat bertugas di Papua Bahkan Diana mengungkapkan bahwa ada sekolah yang memungut biaya sebesar Rp 500.000 saat ujian nasional.
"Ini namanya pendidikan mematikan masyarakat, pikirku. Orang tua itu melanjutkan kerasahannya. Bayangkan saja kalau dalam rumah ada tiga sampai empat anak yang ikut Ujian Nasional. Sudah berapa biaya yang dikeluarkan. Dengan susah payah ia mencari biaya tersebut agar anak-anaknya bisa mendapat ijazah Sekolah Dasar, sedang pejabat sekolah kenyang dengan uang pungutan. Hanya ada satu kata untuk ini, kejam!," tulis Diana.