"Begini, kelazimannya memang kalau belum ada Dewan Pengawas maka kemudian jalan sebagaimana sebelummya terbentuknya Dewan Pengawas, setelah adanya Dewan Pengawas maka ketentuan-ketentuan izin itu berlaku," kata Refly Harun.
Namun, Refly Harun menyorot izin penyadapan oleh Dewan Pengawas.
"Maka saya sangat menggarisbawahi izin penyadapan, di situ dikatakan untuk melakukan penyadapan izin Dewan Pengawas tapi ternyata tidak hanya izin Dewan Pengawas," kata Refly Harun.
Pakar Tata Hukum Negara ini lantas mengatakan bahwa izin penyadapan tidak hanya semata-mata izin pada Dewan Pengawas.
KPK harus membuat gelar perkara sedangkan gelar perkara bisa dilakukan jika ada sejumlah bukti terlebih dahulu ditemukan.
Sehingga, OTT yang baru akan sulit dilakukan tanpa melakukan penyadapan terlebih dahulu.
"Dewan Pengawas baru bisa bisa diberikan itu dalam pasal penjelasannya setelah gelar perkara di depan Dewan Pengawas, artinya kita tidak bisa berharap kasus-kasus baru di OTT."
"Karena kasus yang di OTT dengan penyadapan itu satu paket," tegas Refly Harun.
• Rentetan Kasus Dugaan Korupsi Selama 2 Bulan Terakhir, 5 Kepala Daerah Terjaring OTT KPK
Menurut keterangan pakar tata hukum asal UGM ini, OTT juga tidak bisa dilakukan tanpa adanya penyadapan terlebih dahulu.
Bagaimana KPK bisa mengOTT orang tanpa mendapat buktinya terlebih dahulu.
"Tidak mungkin mengOTT orang tanpa terlebih dahulu menyadapnya, karena kita tidak tahu konteksnya," lanjutnya.
Penyadapan baru bisa dilakukan oleh KPK setelah melakukan gelar perkara.
Sedangkan, gelar perkara baru bisa diadakan setelah KPK menemukan sejumlah bukti maupun menemukan tersangkanya.
"Nah nanti kalau ada kasus baru tidak mungkin diberikan izin oleh Dewan Pengawas karena belum gelar perkara."
Padahal gelar perkara kita tahu kalau sudah ada alat bukti minimal untuk ditingkatkan menjadi tahap penyidikan kalau sudah ada tersangkanya," jelas Refly Harun.
Sehingga, Refly Harun merasa undang-undang KPK hasil revisi itu jelas melemahkan KPK.
Lihat videonya sejak menit awal:
(TribunWow.com/Mariah Gipty)